Harga Telur Melambung Tinggi, Warteg cs Putar Otak Biar Nggak Rugi

Harga Telur Melambung Tinggi, Warteg cs Putar Otak Biar Nggak Rugi

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 30 Agu 2022 13:23 WIB
Pedagang Atur Siasat Gara-gara Harga Telur Mahal
Foto: Pedagang Atur Siasat Gara-gara Harga Telur Mahal (Shafira Cendra Arini/detikcom)
Jakarta -

Harga telur ayam di pasaran mencapai Rp 33.000, yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Hal ini menimbulkan keresahan dalam diri masyarakat, terutama para pedagang masakan.

Mulai dari pedagang warteg hingga martabak yang setiap hari menggunakan telur sebagai salah satu bahan masakannya, melakukan berbagai upaya untuk tetap bisa berjualan dan mempertahankan harga jualnya ke konsumen.

Seperti halnya yang dilakukan Nur, salah satu pemilik warteg di kawasan Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Kenaikan harga ini membuat ia pusing kepala. Meski begitu, dirinya tidak dapat berbuat apa-apa lantaran membutuhkan telur untuk masakannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya pusing tapi udah biasa. Waktunya naik ya naik. Nggak bisa naikin harga juga, kalo dinaikin kan kasian yang makannya juga," ujar Nur kepada detikcom, Senin (29/8/2022).

Oleh karena itu, Nur mengatakan, kini dirinya mencoba mengakali dengan memilih telur-telur berukuran kecil saat membeli agar perolehan telurnya lebih banyak per kg.

ADVERTISEMENT

"Paling kita pakenya ada yang agak kecil milihnya. Biasanya kan yang sedang. Kisarannya 16 biji biasanya, kalo sekarang bisa sampai 17-18 butir. Ngejualnya kan Rp 5 ribu. Sedikit-sedikit yang penting ada yang ketutup," tambah Nur.

Tidak hanya itu, untuk olahan telur dadar, ia juga coba mengakalinya dengan memperbanyak jumlah daun bawangnya.

Di sisi lain, Nur tidak merasakan penurunan keuntungan yang signifikan lantaran harga beberapa bahan pangan lain seperti sayur dan minyak goreng sudah turun. Sehingga menurutnya, kondisi tetap bisa distabilkan.

"Alhamdulillah sih kalo masalah untung mah. Kurang-kurang nya mah paling sedikit. Ini lebih mending dari pas kemarin minyak sama sayur mahal. Beda sama indomie, itu karena mie sama telornya naiknya barengan, jadi mau ga mau harganya naik di Rp 12 ribu dari biasanya Rp 10 ribu," ungkapnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Kejadian serupa juga dialami oleh Sari, pedagang ketoprak di kawasan yang sama. Kenaikan harga telur yang capai Rp 10 ribu membuat ia yang biasanya sedia 2 kg telur, kini hanya berani 1 kg saja.

"Berasa banget kebeban. Kalau sekarang emang dikurangi cuma 1 kg, biasanya 2 kg. Penjualannya nggak ngimbang gara-gara mahal ini. Nah kalau yang ini (1 kg) abis, kita nggak nambah lagi, biasanya beli lagi," ujar Sari.

Karena kondisi ini, modal yang ia keluarkan bisa mencapai Rp 650 ribu per hari, dari biasanya yang hanya Rp 500 ribu. Bukan hanya telur, Sari menambahkan, harga kacang yang masih tinggi juga turut mendukung.

"Kalau harga nggak bisa dinaikin, belum. Bingung juga banyak langganan udah biasa beli segitu. Keuntungannya memang lebih agak nipis sih dari sebelumnya," kata Sari.

"Kalau dibanding dulu penurunannya jauh, di kisaran Rp 100-200 ribu," tambahnya.

Kondisi melambungnya harga telur ini bahkan sampai membuat Indra, pedagang martabak di kawasan Tebet, tidak mampu berkata-kata. Yang mampu ia lakukan hanyalah mengurangi jumlah persen keuntungannya.

"Ya nggak bisa ngomong mau gimana lagi. Kalau naik kan kita nggak bisa berbuat apa-apa. Nggak bisa naikin harga juga," ujar Indra.

"Untung berkurang ya pasti. Bahan-bahan di pasar yang naik bukan cuma telur doang, semua. Cuman yang lebih parah ya telur. Biasanya untung 30%, sekarang cuma 20%-an," tambahnya.

Indra mengatakan, tidak banyak yang bisa ia lakukan. Kenaikan yang biasanya paling lama dua minggu, kini sampai 3 bulan. Ia bahkan tidak yakin sampai kapan dirinya dapat bertahan berjualan.

"Kalau ngakalin martabak ini susah. Karena kalau dikurangi ya susah. Martabak kan naiknya (harga) paling setahun 1 kali. Ini bahan makanan naik tiap hari. Rata-rata belanja juga biasanya Rp 300 ribuan, sekarang bisa sampai Rp 500 ribu," jelasnya.


Hide Ads