Aduh! WNI Sampai Rogoh Rp 100 Juta Buat Kerja Jadi Buruh Kebun di Inggris

Aduh! WNI Sampai Rogoh Rp 100 Juta Buat Kerja Jadi Buruh Kebun di Inggris

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 23 Sep 2022 11:51 WIB
Ilustrasi uang rupiah
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Squirescape
Jakarta -

Bekerja sebagai pegawai musiman di Inggris bisa menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan untuk mendulang pendapatan. Namun, nyatanya para pekerja mengeluhkan ada 'modal' besar yang harus dibayarkan untuk bisa kerja di Inggris.

Mengutip laporan BBC Indonesia, Jumat (23/9/2022), Gede Suardika Widi Adnyana salah satu pekerja musiman di Inggris menceritakan pengalamannya soal bekerja sebagai pegawai musiman di Inggris. Pemuda asal Bali yang berusia 20 tahun itu mengaku sangat bahagia ketika menceritakan pengalamannya bekerja di perkebunan Clock House, Maidstone, Kent, Inggris selatan.

Namun, untuk berangkat ke Inggris, Suardika mengaku harus merogoh kocek dalam-dalam. Suardika yang baru lulus pendidikan diploma pariwisata di Bali sampai harus meminjam uang ke bank melalui pamannya untuk bisa berangkat ke Inggris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia meminjam ke bank Rp 70 juta untuk berangkat ke Inggris. Selanjutnya, dari gaji yang dia dapatkan dia mencicil pinjamannya itu.

"Biaya saya Rp 70 juta, harus dibayar ke agency, ada penyalur, untuk menyambung ke agency. Dibilangnya sih untuk biaya visa, sidik jari, KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) dan tiket pesawat bolak balik," kata Suardika dalam laporan BBC Indonesia yang ditayangkan di detikNews.

ADVERTISEMENT

Suardika adalah satu dari 318 pekerja Indonesia yang ditempatkan di perkebunan tersebut melalui salah satu dari empat agen penyalur resmi ke Inggris, AG Recruitment. Meski begitu, keberangkatan dari Indonesia diatur oleh PT Al Zubara Manpower Indonesia (AMI).

Pemuda asal Bali itu termasuk salah satu dari total 1.274 orang Indonesia ditempatkan di Inggris, dia masuk kelompok pertama pekerja musiman dari Indonesia.

Keluhan soal 'modal' untuk bekerja di Inggris tak cuma diakui Suardika, beberapa pekerja lainnya mengakui hal yang sama. Setidaknya ada 20-an pekerja musiman yang terbang ke Inggris menyatakan biaya yang mereka keluarkan antara Rp 60-80 juta, bahkan ada yang sampai harus membayar Rp 100 juta.

Biaya sampai ratusan juta melanggar aturan. Berlanjut ke halaman berikutnya.

Anis Hidayah, Ketua Pusat Studi Migrasi, Migrant Care mengatakan biaya penempatan dan biaya pelatihan yang dikenakan pada pekerja sebetulnya melanggar Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran. Berdasarkan Pasal 30 UU Perlindungan Pekerja migran, para pekerja seharusnya tidak dapat dikenai biaya.

"Itu diperkuat dengan peraturan BP2MI No 9, 2020 tentang bebas biaya bagi para pekerja migran," kata Anis.

PT Al Zubara mengakui ada biaya yang harus dibayarkan oleh para pekerja sebelum bisa terbang ke Inggris. Namun mereka mengklaim jumlahnya tak sebesar seperti yang diungkapkan para pekerja. Perusahaan mengaku menetapkan biaya hanya Rp 45 juta, itu sudah termasuk biaya pelatihan, cek kesehatan, biaya perusahaan, visa, dan urusan transportasi termasuk tiket penerbangan.

Kembali ke Anis, dia menduga ada calo penyalur di daerah yang terkoneksi dengan perusahaan penempatan. Praktik ini terus menerus terjadi karena pengawasan dan penegakan hukum tidak berjalan dengan baik.

"Calo tak kerja secara mandiri tapi terkoneksi dan berjejaring dengan perusahaan penempatan apakah secara formal ataupun informal. Jadi sebagian di antara mereka juga petugas lapangan perusahaan untuk merekrut orang," ungkap Anis.

Gaji Besar

Meski ada modal besar yang harus disiapkan, nyatanya bekerja di Inggris memang memberikan potensi pendapatan besar. Suardika mengalaminya sendiri, apalagi dia disebut sudah bisa bersaing dengan pekerja yang sudah berpengalaman.

"Bekerja di farm sangat mengasyikkan, bekerjanya juga nggak terlalu berat," kata Suardika.

Dengan kecepatan bekerja seperti sekarang, kata Suardika, ia dapat menyisihkan sekitar 400 poundsterling atau sekitar Rp 7 juta pendapatan bersih per satu minggu. 100 poundsterling digunakan Suardika untuk hidup sehari-hari di negeri orang, mulai dari biaya akomodasi, makan sehari-hari, biaya internet, dan biaya pribadi lainnya.

"Gaji saya rata-rata 500 poundsterling (Rp 8,7 juta) per minggu, sempat saat buah banyak saya dapat 670 poundsterling lebih. Kalau dipotong biaya akomodasi, makan, biaya pribadi seperti internet, saya bisa simpan 400 Poundsterling," cerita Suardika.

Gaji untuk pekerja musiman di Inggris ditetapkan sebesar 10,10 poundsterling atau sekitar Rp 174.000 per jam. Upah sebesar itu berada di atas upah minimum sebesar 9,50 poundsterling per jam.


Hide Ads