Potongan Aplikasi Kegedean di Atas 15%, Driver Ojol Protes Minta Hal Ini!

Potongan Aplikasi Kegedean di Atas 15%, Driver Ojol Protes Minta Hal Ini!

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 26 Sep 2022 06:00 WIB
Demo driver ojol di Purwakarta.
Ojol/Foto: Dian Firmansyah/detikJabar
Jakarta -

Aturan tarif baru ojek online (ojol) telah diterapkan selama dua minggu. Dalam beleid itu, Kementerian Perhubungan membubuhkan sebuah aturan baru untuk melindungi driver ojol. Aturan itu berupa pembatasan potongan biaya aplikasi yang dipotong dari tarif ojol.

Ketetapan soal batas potongan biaya aplikasi itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022. Di aturan itu ditegaskan biaya potongan aplikasi hanya boleh dilakukan maksimal 15% oleh para perusahaan aplikator penyedia jasa transportasi online.

Namun, nyatanya driver ojol menyebut aturan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengaku mendapatkan banyak sekali laporan dari driver ojol baik di Jakarta maupun daerah lainnya soal potongan aplikasi melebihi 15%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masih banyak yang di atas 20% saat ini, bahkan 30%," ungkap Lily kepada detikcom, Jumat (23/9/2022) yang lalu.

Dia memberikan contoh, dalam sebuah pesanan perjalanan ojol, jumlah yang harus dibayar penumpang adalah Rp 15.000. Namun, yang diterima driver jauh lebih sedikit dari itu. Driver hanya mendapatkan Rp 10.400, sisanya menurut Lily adalah potongan aplikasi.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan perhitungannya, potongan aplikasi diambil sebesar Rp 4.600. Artinya, potongan itu sudah mencapai sebesar 30% lebih dari apa yang dibayarkan penumpang.

Temuan lain soal potongan aplikasi di atas 15% juga diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha 'Ariel' Syafaril. Dari laporan yang dia terima biaya potong itu ada yang berupa biaya layanan ada juga biaya jasa aplikasi.

Pada intinya aplikator masih banyak memotong pendapatan dari para driver. Setidaknya hal ini masih terjadi di dua aplikatornya besar, Gojek dan Grab Indonesia.

"Dari DPP banyak laporan di atas 15%, masih ada yang sampai 30%," ungkap Ariel ketika dihubungi detikcom.

Dia mencontohkan salah satu kasus yang terjadi di Lampung, dijabarkan Ariel, seorang driver ojol mengangkut penumpang dengan ongkos yang dibayarkan sebesar Rp 28.500. Driver terkena potongan hingga Rp 9.700, uang yang masuk ke driver hanyalah Rp 18.800.

Jumlah potongan sebesar itu menurutnya sudah mencapai 30% lebih. Kasus ini terjadi pada driver ojol dengan aplikasi Gojek.

Laporan lain dari driver ojol aplikasi Grab pun sama, potongan masih dilakukan di atas 15% sesuai aturan yang berlaku. Salah satu kasus di Gorontalo misalnya, Ariel menjabarkan ada driver ojol yang narik penumpang dengan ongkos total dibayarkan Rp 14.000.

Namun, pendapatan bersih driver tersebut harus dipotong hingga 20% atau sekitar Rp 2.800, sehingga driver cuma mengantongi Rp 11.200 saja.

Kemenhub Diminta Lebih Tegas

Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aplikator. Dia menilai Kemenhub kurang tegas dalam menegakkan aturan pada operasional transportasi online dan ujungnya hanya membebani para driver ojol.

"Dari sikap arogansi yang ditunjukkan oleh perusahaan aplikator dengan enggan mengikuti aturan pemerintah atas biaya potongan aplikasi merupakan bukti kuat bahwa Pemerintah tidak berdaya untuk bertindak tegas kepada perusahaan-perusahaan aplikator yang ada saat ini," sebut Igun ketika dihubungi detikcom.

Menurutnya, kalau terus menerus potongan biaya aplikasi dibiarkan tinggi, maka driver ojek online akan terus menerus menerima pendapatan yang sangat kecil. Bahkan, dia mengusulkan kalau perlu biaya potongan aplikasi dibuat maksimal 10% saja.

Dia juga meminta aplikator jangan banyak alasan untuk tidak menerapkan aturan potongan maksimal 15%. Igun menyatakan para driver sudah muak dengan alasan potongan dilakukan demi kesejahteraan para driver sebagai mitra.

"Jangan lah kebanyakan alasan, seperti potongan biaya aplikator untuk kesejahteraan para mitra juga," ungkap Igun.

Igun juga menyoroti aplikator sudah terlalu banyak membuat gimik pemasaran untuk menarik penumpang, namun kesejahteraan driver pun tak banyak diperhatikan.

"Adanya promo-promo dan program gimik pemasaran yang diambil dari hasil keringat para mitra pengemudi ojek daring adalah sangat tidak dapat kami terima alasannya," kata Igun.

Sementara itu, Lily Pujiati mengatakan para driver ojol menuntut pemerintah untuk memberikan sanksi yang tegas bagi perusahaan aplikator ojek online yang melanggar aturan tarif. Pasalnya, selama ini meskipun aturan tarif baru sudah berlaku, masih banyak aplikator yang belum menerapkan potongan maksimal 15%.

"SPAI mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi bagi perusahaan angkutan online atau aplikator yang menjalankan bisnisnya dengan melanggar perundang-undangan yang berlaku di wilayah hukum Indonesia," ungkap Lily.

Dia meminta Kemenhub sebagai regulator melakukan pengawasan dengan melibatkan pengemudi angkutan online terhadap perusahaan yang melanggar aturan.

Apa respons Kemenhub, jawabannya ada di halaman berikutnya

Respons Kemenhub
Dirjen Perhubungan Darat Hendro Sugiatno menyatakan pihaknya akan melakukan komunikasi mendalam terlebih dahulu dengan para aplikator transportasi online soal keluhan dari driver mengenai biaya jasa aplikasi maksimal 15%.

"Kita komunikasikan dengan aplikator kenapa bisa lebih," ungkap Hendro ketika dihubungi detikcom, Minggu (25/9/2022).

Meski begitu, Hendro menegaskan pihaknya akan dengan tegas menindak aplikator yang sengaja belum menerapkan aturan tersebut.

"Aturan biaya aplikasi 15%, itu harus dijalankan," tegas Hendro.

Di sisi lain, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menambahkan sejauh ini pihaknya mengaku belum menerima surat aduan secara resmi mengenai potongan aplikasi yang melebihi ketentuan. Namun semua masukan para pemangku kepentingan, termasuk para driver ojol akan diperhatikan.

Yang jelas, pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada para aplikator untuk mematuhi ketentuan biaya sewa aplikasi sebesar maksimal 15% sesuai ketentuan.

Pihaknya juga bekerja sana dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk mengawasi apakah ada pelanggaran yang terjadi dan dilakukan aplikator. Pasalnya, kalau sudah bicara aplikasi sebetulnya ranahnya ada di Kemkominfo.

"Untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran, monitoring aplikasi ini di bawah Kementerian Kominfo. Kami akan sampaikan kepada Kemkominfo jika terbukti terjadi pelanggaran untuk kemudian dapat diambil tindakan sesuai ketentuan," tegas Adita kepada detikcom.




(hal/zlf)

Hide Ads