Sektor manufaktur Indonesia tumbuh cukup positif. Manufaktur bahkan berhasil ekspansi dalam 14 bulan terakhir. Meski demikian,sektor manufaktur bukannya tanpa risiko. Apalagi dunia dihadapkan pada ketidakpastian global akibat gejolak geopolitik.
Negara yang sebelumnya menjadi tujuan ekspor manufaktur Indonesia sedang mengalami pelambatan ekonomi. Hal ini berisiko memengaruhi kinerja ekspor manufaktur Indonesia.
"Kita tahu pelambatan ekonomi dunia lain seperti Amerika dan Eropa dan Tiongkok (China) itu menjadi risiko bagi produk, dan performance ekspor kita. Karena manufaktur adalah nomor 1 dalam ekspor kita, maka ini risiko yang harus diantisipasi," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam media gathering di Bogor, dikutip Sabtu (5/11/2022).
Salah satu langkah antisipasinya adalah mengalihkan tujuan ekspor. Misalnya menuju negara di kawasan Asia seperti India, Bangladesh, hingga Filipina.
"Tentu akan antisipasi dengan melihat tujuan ekspor yang lain. Kita tahu negara yang akan tumbuh tinggi itu India, Filipina, Bangladesh, itu masih tinggi pertumbuhan ekonominya. Tujuannya ke sana dan demand dari mereka akan tinggi," lanjutnya.
Di sisi lain Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya, menyebut ada pengurangan aktivitas produksi di sektor manufaktur. Sebelumnya, pengurangan produksi inilah yang disebut sebagai penyebab PHK masal sektor manufaktur.
Namun, Made tidak membenarkan adanya PHK masal. Hal ini berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh Kemenkeu.
"Apakah betul ada PHK masal? Karena menurut penelitian Kementerian Keuangan, di Jawa Barat dilaporkan sebenarnya belum terjadi PHK massal.Tapi banyak perusahaan ngurangin produksi," imbuhnya
(fdl/fdl)