Soal PHK di Tekstil Jabar, Emil: Ada Wilayah yang Tak Masuk Kontrol Birokrasi

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 07 Nov 2022 15:50 WIB
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Industri garmen sedang dirudung kabar tak sedap. Kabarnya ada belasan perusahaan di Jawa Barat (Jabar) tutup operasi hingga PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karyawan.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan ada beberapa wilayah yang memang tidak bisa dikendalikan langsung oleh pemerintah. Di tengah situasi global yang sedang tidak menentu dan lesu seperti sekarang ini, permintaan akan produk-produk jadi pun melambat.

"Kalau market-nya nggak ada kan susah. Ada wilayah yang memang tidak dalam kontrol birokrasi. Itu sudah hukum pasar. Tapi perlindungan, perlindungan kemudahan (berusaha) terus kita lakukan," ujar pria yang biasa disapa Kang Emil itu di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).

Ia menambahkan, setiap tahun Jabar selalu jadi peringkat satu untuk penanaman investasi. Investasi yang masuk diharapkan bisa membuka lapangan kerja untuk menutup lapangan kerja yang hilang akibat PHK.

"Setiap tahun investasi kan nomor satu. Tahun lalu masuk Rp 136 triliun menghasilkan 136 ribu pekerjaan. Jadi biasanya ada pengaruh dari potensi resesi global di tahun depan tapi kita kompensasi dengan banyaknya investasi yang masuk ke Jawa Barat," tambahnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Government and Public Relation Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Sariat Arifia mengatakan ada 14 kabupaten/kota yang memberikan data jumlah pengurangan/putus kontrak mencakup 106 perusahaan di Jawa Barat.

Selain itu, dikutip dari CNBC Indonesia, ada 54,553 pekerja yang sudah terkena PHK/pengurangan pekerja. Dilaporkan PPTPJB ada 18 pabrik yang tutup yang berdampak pada 9.592 pekerja. Selain itu, total pengurangan/putus kontrak mencapai 64.165 pekerja dari 124 perusahaan.

Ia mencatat kondisi ini karena situasi orders terutama Post Covid dan dampak perang Rusia-Ukraina. Pemicunya antara lain biaya logistik naik tiga kali lipat dengan munculnya fenomena 'kiamat kontainer' sehingga pengiriman tidak bisa diandalkan.

Lanjut ke halaman berikutnya




(ang/ang)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork