Longgarkan Kebijakan Nol-COVID, Ekonomi China Bakal Ngegas Lagi

Longgarkan Kebijakan Nol-COVID, Ekonomi China Bakal Ngegas Lagi

Ilyas Fadilah - detikFinance
Jumat, 16 Des 2022 09:35 WIB
BEIJING, CHINA - NOVEMBER 30: Residents wear masks to prevent the spread of COVID-19 as they wait in a long line for nucleic acid tests at a public testing site near an area where communities are in lockdown on November 30, 2022 in Beijing, China. In recent days, China has been recording its highest number of COVID-19 cases since the pandemic began, as authorities are sticking to their strict zero tolerance approach to containing the virus with lockdowns, mandatory testing, mask mandates, and quarantines as it struggles to contain outbreaks.In an effort to try to bring rising cases under control, the government last week closed most stores and restaurants for inside dining, switched schools to online studies, and told people to work from home among other measures. (Photo by Kevin Frayer/Getty Images)
Foto: Getty Images/Kevin Frayer
Jakarta -

Berakhirnya pembatasan COVID-19 di China diprediksi akan memulihkan ekonomi negara tersebut. China akan belajar untuk hidup berdampingan dengan virus, di mana pada November aktivitas bisnis sempat anjlok.

Menurut Biro Statistik Nasional, penjualan ritel turun 5,9% bulan lalu dibanding tahun lalu. Itu menjadi kontraksi terburuk dalam belanja ritel sejak Mei, ketika lockdown memukul perekonomian.

Produksi industri hanya meningkat 2,2% di bulan November, kurang dari setengah pertumbuhan di Oktober. Investasi di sektor properti, yang menyumbang sebanyak 30% dari PDB China, anjlok 9,8% dalam 11 bulan pertama tahun ini. Penjualan properti juga anjlok lebih dari 26%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir dari CNN, Jumat (16/12/2022), isu pengangguran ikut memburuk, naik menjadi 5,7% bulan lalu atau menyentuh level tertinggi dalam enam bulan.

Kemerosotan ekonomi November terjadi sebelum Beijing membatalkan pembatasan pandemi yang represif awal bulan ini. Para pemimpin memberi isyarat pada pertemuan politik utama minggu lalu bahwa mereka akan mengalihkan fokus kembali ke pertumbuhan dan mencari perputaran ekonomi tahun depan.

ADVERTISEMENT

"Data November seharusnya menjadi gelombang terakhir yang dirusak oleh kebijakan nol-COVID-19," tulis Wei Yao dan Michelle Lam, ekonom Societe Generale.

Namun masih ada risiko gangguan rantai pasokan dan berkurangnya permintaan karena wabah COVID-19 melanda populasi dengan kekebalan terbatas, kata mereka.

Pertumbuhan ekonomi diprediksi merosot antara 2,8% dan 3,2% tahun ini, salah satu level terendah sejak 1976, ketika kematian mantan pemimpin Mao Zedong mengakhiri satu dekade kekacauan sosial dan ekonomi.

Pada hari Rabu, dua badan penguasa tertinggi negara itu, Komite Sentral Partai Komunis dan Dewan Negara, mengeluarkan rencana strategis untuk memperluas permintaan domestik dan mendorong konsumsi dan investasi hingga tahun 2035.

Banyak bank investasi sejak itu menjadi lebih optimis tentang prospek China. Goldman Sachs meningkatkan perkiraan pertumbuhan 2023 menjadi 5,2% dari 4,5% pada hari Kamis.

Pihaknya memperkirakan konsumsi dan layanan akan meningkat pada akhirnya. Societe Generale merevisi perkiraan pertumbuhan 2023 menjadi 5,3%, sementara Morgan Stanley meningkatkan perkiraannya menjadi 5,4%.

Semuanya mengutip kecepatan pembukaan kembali lockdown yang lebih cepat dan melanjutkan langkah-langkah stimulus dari Beijing. Penurunan ekonomi November adalah alasan utama bagi Beijing untuk berbalik arah, kata mereka.

"Ekonomi yang anjlok kemungkinan menjadi salah satu faktor di balik poros kebijakan di nol-COVID-19 dan properti," kata Larry Hu, kepala ekonom China di Macquarie Group.

Lockdown dan karantina selama tiga tahun telah memicu kemarahan publik dan membebani pemerintah daerah dengan beban utang yang sangat besar di seluruh China.

Pelonggaran pembatasan COVID-19 tiba-tiba di bulan ini memang menyebabkan infeksi menyebar dengan cepat, membuat ekonomi berantakan. Ketakutan tertular virus telah membuat orang menjauh dari jalanan.

Restoran dan toko kosong jadi pandangan yang umum, sementara pabrik berjuang untuk mendapatkan cukup tenaga kerja dan persediaan bahan mentah. Bagi banyak analis, ini adalah masalah jangka pendek yang harus ditanggung China sebelum akhirnya belajar hidup dengan virus.

Simak juga video 'Aksi Polisi Ber-APD di China Bubarkan Pendemo Tolak Lockdown':

[Gambas:Video 20detik]



(das/das)

Hide Ads