Sekitar 55% penduduk Asia diprediksi tinggal di daerah perkotaan tahun 2030. PBB menyebut hal itu akan memiliki konsekuensi terhadap ketahanan pangan dan gizi perkotaan. Bahkan kerawanan pangan di perkotaan disebut sudah terjadi saat ini.
Peningkatan permukiman berpenghasilan rendah, kenaikan harga pangan dan kebutuhan untuk mengembangkan agenda pangan perkotaan yang mengubah infrastruktur, transportasi, air bersih dan pengelolaan limbah menimbulkan tantangan baru bagi para perencana perkotaan dan pembuat kebijakan.
Berdasarkan laporan Regional State of Food Insecurity (SOFI), Asia-Pasifik mengalami kemunduran dalam mencapai target ketahanan pangan. Hal ini membuat target menghilangkan kelaparan (SDG 2) semakin jauh.
Kemunduran ini terjadi bahkan sebelum pandemi COVID-19 terjadi pada tahun 2020. Tetapi ketika pandemi berlanjut, meskipun dalam bentuk yang lebih ringan, pada sebagian besar wilayah pada tahun 2022, krisis 5F muncul.
Krisis tersebut adalah krisis Food atau kekurangan pangan, Feed atau krisis pakan ternak, Fuel atau krisis bahan bakar, Fertilizer atau krisis pupuk, dan Finance atau krisis keuangan. Kenaikan harga pangan dan energi yang belum pernah terjadi sebelumnya cukup memeluk banyak rumah tangga. Hal ini turut mendorong jutaan orang masuk ke dalam kelaparan dan kemiskinan.
Harga input pertanian yang tinggi, kekhawatiran tentang cuaca dan iklim , dan meningkatnya ketidakpastian pasar akibat perang yang berkelanjutan di Ukraina, berkontribusi pada pengetatan pasar makanan.
Tagihan impor makanan kemungkinan besar akan menyentuh rekor baru sebesar US$ 1,94 triliun tahun ini, menurut Food Outlook terbaru FAO yang diterbitkan pada November 2022. Pertemuan faktor-faktor negatif ini akan memperburuk kelaparan dan kemiskinan di wilayah Asia Pasifik, wilayah yang paling padat penduduknya di dunia ini.
Tindakan mendesak diperlukan untuk memerangi stunting, kelebihan berat badan, dan obesitas. Tahun 2021, 396 juta orang di wilayah tersebut kekurangan gizi dan diperkirakan 1,05 miliar orang di Asia dan Pasifik menderita kerawanan pangan sedang atau parah.
Hampir 75 juta anak di bawah usia lima tahun di Asia dan Pasifik mengalami stunting, yang merupakan setengah dari total dunia. Sepuluh persen dipengaruhi oleh wasting, sementara kualitas diet yang buruk juga mendorong peningkatan keseluruhan kelebihan berat badan dan obesitas pada anak.
Yang memperburuk situasi adalah biaya untuk mendapatkan pangan sehat. Di kawasan ini, pangan sehat tidak terjangkau. Pada sebagian besar negara Asia dan Pasifik, untuk hampir dua miliar penduduk (1,9 miliar orang, yaitu 44,5% dari populasi kawasan) tidak memiliki akses pada pangan sehat.
Dampak gabungan dari pandemi dan inflasi yang sedang berlangsung telah mendorong biaya rata-rata pola makan sehat menjadi hampir US$ 4 per hari ( US$ 3,98 per orang per hari) menurut laporan tersebut.
Lihat juga Video 'Jokowi Bandingkan Harga BBM hingga Gas dengan Negara lain':
(zlf/zlf)