Salah satu contohnya adalah seorang penjual kerajinan tangan, Ayi, menggunakan platform social commerce dan e-commerce dalam berjualan untuk memfasilitasi pembeli yang berada di luar daerah. Sebab, ia lebih sering berjualan secara luring melalui pameran.
Walau demikian, ia mengaku pembeli di Instagram maupun TikTok miliknya hanya segelintir orang saja. "Yang beli via IG (Instagram) & TikTok ada sedikit. Paling dalam 1 bulan cuma 1-2 orang. Banyakan yang nanya-nanya aja, terus lanjut via WA (WhatsApp)," tuturnya kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, penggunaan sosial media lebih untuk membagikan konten produk atau promo. Namun, pembeli tetap diarahkan untuk membeli melalui e-commerce seperti Shopee atau Tokopedia. Hal itu untuk mencegah adanya penipuan jualan ataupun pembelian online dan juga supaya para pembeli lebih percaya karena ada review dari pembeli lainnya.
"Jadi Tiktok & IG dan Facebook Page itu fungsinya buat alat promosi. Cuma untuk share promo produk. Tidak lupa dicantumkan link Shopee & Tokpednya," tuturnya.
Tips Jualan di Social Commerce
Yuswohady memberikan beberapa tips bagi kalian yang ingin memulai jualan di media sosial. Pertama, membangun komunitas pembeli yang cukup besar.
Kedua, membuat konten. Selain memposting hal-hal terkait produk, ada baiknya kita juga memposting konten lainnya. Contohnya seperti konten-konten yang berisi tips maupun tutorial.
"Kuncinya adalah konten. Karena kalau konten di Social Commerce hanya jualan saja, siapa yang mau follow akun kita di IG (Instagram) atau TikTok? Makanya saya selalu bilang 80% konten, 20% baru konten yang jualan," ungkapnya.
Ketiga, menjaga reputasi dan kualitas produk yang dijual. Agar review dari konsumen baik, tentunya produk-produk kita akan direkomendasikan ke orang lain.
"Di dalam Social commerce, begitu konsumen komplain, karena namanya media sosial, maka konsumen yang lain akan tahu. Ketika satu komplain menciptakan citra buruk bagi penjual, maka dampaknya bisa sangat fatal," paparnya.
(ara/ara)