Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, sektor jasa keuangan Indonesia tidak akan terlalu terpengaruh dengan kondisi keuangan Amerika Serikat (AS). Adapun saat ini, AS tengah terancam gagal bayar utang.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya terus melakukan analisis dan kalkulasi awal menyangkut dampak lanjutan apabila pemerintah AS gagal untuk menegosiasikan kenaikan batasan utangnya. Ia menyatakan, hingga saat ini dapat dikatakan potensi resiko dan dampaknya tidak sampai mengganggu stabilitas jasa keuangan RI.
"Analisis awal yang kami lakukan, dampak dari kemungkinan tidak tercapainya kesepakatan berkaitan batasan utang AS atau deadsealing kepada sektor jasa keuangan maupun industri dan perusahaan-perusahaan jasa keuangan di Indonesia sangat minimal," kata Mahendra, dalam Webinar Memperkuat Ketahanan Nasional di Industri Jasa Keuangan, lewat saluran telekonferensi, Senin (22/5/2023).
Ia menjelaskan, hal tersebut didukung oleh minimnya kepemilikan obligasi pemerintah AS dari seluruh institusi keuangan di Indonesia yang dapat dikatakan sangat kecil. Itupun, didominasi oleh perusahaan-perusahaan perwakilan ataupun cabang dari perusahaan multinasional. Namun ia tak merincikan lebih lanjut hasil dari analisis tersebut.
"Sehingga dampaknya bisa dikatakan terbatas apabila worst case scenario itu terjadi pada perkembangan satu-dua minggu ke depan di AS," imbuhnya.
Berkaca dari permasalahan AS yang juga berpotensi mengancam ekonomi global, menurutnya industri jasa keuangan tanah air tetap perlu berhati-hati. Dalam hal ini, menurutnya industri jasa keuangan rentan terkena imbas dari berbagai resiko yang mengancam ketahanan nasional.
"Lagi-lagi melihat contoh di Amerika Serikat, bisa terjadi dari konteks kegagalan satu bank yang relatif tidak besar. di AS bisa membawa potensi dampak sistemik apabila tidak ditangani dengan baik," kata Mahendra.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Tonton juga Video: AS Mulai Larang Warganya Gunakan TikTok
(dna/dna)