Selain itu, ia juga menyoroti tentang BPJS Kesehatan yang akan ditempatkan di bawah kementerian, yang mana sebelumnya di bawah presiden. Menurutnya, dana masyarakat tersebut bukanlah APBN yang bisa diatur di bawah kementerian.
"Nggak boleh, itu melanggar UU APBN. Nggak boleh dana masyarakat diatur menteri. Kalau terjadi sesuatu misal sustainabilitas daripada biaya di BPJS tak cukup, apa menteri bisa menutupi?" ujarnya.
Isu selanjutnya yang disuarakan oleh buruh pada aksi kali ini adalah cabut Permenaker No 5 Tahun 2023 yang disebut memperbolehkan pengusaha memotong upah hingga 25%. Said Iqbal mengatakan, Permenaker ini sudah memakan korban, di mana ada pengusaha yang memotong upah buruh sebesar 25%. Sementara isu terakhirnya ialah sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Said Iqbal menyatakan, aksi akan dilakukan buruh secara bergelombang. Setelah aksi tanggal 5 Juni ini, aksi akan dilakukan di berbagai provinsi. Beberapa di antaranya aksi pada 6 Juni di Kantor Gubernur Banten, aksi 7 Juni di Kantor Gubernur Jawa Barat, kemudian aksi 9 Juni di Semarang, serta pada tanggal 14 Juni di Jawa Timur.
"Terus, ada di Banda Aceh, ada di Medan, Batam, aksi di Pekanbaru, Bengkulu, Bandar Lampung, Banjarmasin, Samarinda, Morowali, Konawe, Ambon, Ternate, Mimika Papua Tengah, Jayapura di Papua Timur," kata Said Iqbal.
"Aksi ini diorganisir oleh Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh, termasuk KSPI. 25 hari, dari mulai 5 Juni berakhir 20 Juli 2023," lanjutnya.
Apabila aksi ini tidak mendapat respons juga dari pemerintah, Said Iqbal mengatakan, sedang dipertimbangkan untuk menggelar mogok nasional, termasuk mengerahkan 5 juta buruh untuk stop produksi di rentang bulan Juli-Agustus. Ratusan ribu pabrik akan berhenti total.
(ara/ara)