Boomers di Tengah Kisruh Polusi Udara

Kolom

Boomers di Tengah Kisruh Polusi Udara

Bhima Yudhistira - detikFinance
Selasa, 22 Agu 2023 10:37 WIB
WFH 50% bagi ASN Pemprov DKI Jakarta diterapkan mulai hari ini untuk mengurangi polusi di ibu kota. Seperti apa wajah langit Jakarta siang ini?
Foto: Andhika Prasetia

Tanyakan kepada masyarakat di sekitar PLTU batubara apa yang namanya polusi dan ISPA. Mereka dengan mudah menjelaskan kepada para Boomers detail masalahnya.

Keterangan Menko Marves sendiri yang menegaskan pentingnya pengendalian terhadap PLTU batu bara, dan upaya pengurangan emisi di kawasan industri. Sekarang bagaimana cara mengendalikan polusi yang sumbernya dari PLTU batu bara.

Bisa dengan penutupan PLTU batu bara lebih cepat, dan menggantikan dengan energi terbarukan. Toh, mempertahankan PLTU batubara selain biaya lingkungan yang mahal, eksploitasi batu bara secara masif puluhan tahun, juga secara ekonomi tidak lagi menguntungkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu ada komitmen JETP (Just Energy Transition Partnership) yang bertujuan membantu pendanaan pensiun dini PLTU batubara, dekarbonisasi industri, dan instalasi energi terbarukan. Pemerintah Indonesia memang sudah berkomitmen dengan negara maju dan perbankan internasional dalam tindak lanjut JETP. Tapi kesepakatan JETP bisa dikatakan membutuhkan waktu, sementara polusi udara terus berlangsung.

Studi CELIOS dengan 1.245 responden juga menunjukkan bahwa rentang usia 55-64 tahun ke atas hanya 6% yang paham soal JETP. Rata-rata masyarakat yang memahami isu JETP sebanyak 23%.

ADVERTISEMENT

Ini berarti Boomers memang tidak memahami perkembangan gerakan transisi energi secara utuh, bahkan sekali lagi cenderung menjadi climate denial (menolak isu perubahan iklim).

Banyak PLTU batu bara yang harusnya sudah dipensiunkan, dimatikan, dan diganti energi bersih tanpa mengikuti skema JETP. Ibaratnya skema JETP jalan terus, tapi PLN dan Pemerintah punya tanggung jawab mematikan PLTU yang usianya sudah kadaluarsa.

Dengan pertimbangan kapasitas yang sudah kelebihan pasokan (over supply) pembangkit Jawa-Bali, dan biaya lingkungan yang tinggi sudah cukup kiranya beberapa PLTU batu bara masuk masa pensiun tahun ini.

Sebagian Boomers juga mungkin lupa, bahwa penunggang gelap dari masalah iklim dan polusi udara di Jakarta adalah skema insentif kendaraan listrik. Target pemerintah untuk penetrasi kendaraan listrik diharapkan akan meningkat dari 2 juta unit tahun 2025 menjadi 13 juta unit tahun 2030.

Dalam rangka mendorong target yang ambisius, pemerintah mendorong aneka insentif. Padahal masyarakat juga tidak sepenuhnya terlena dengan insentif. Kalau kendaraan semakin banyak, sementara produksi mobil dan motor bbm terus berjalan, apakah polusi udara bisa berkurang?

Yang terjadi orang kaya akan menambah mobil listrik, tanpa repot-repot menjual mobil BBM-nya. Jumlah kepemilikan kendaraan pribadi makin banyak.

Narasi bahwa kendaraan berbasis BBM menjadi sumber polusi udara idealnya dijawab dengan dukungan penuh pemerintah untuk menggratiskan transportasi publik. Pemerintah Spanyol misalnya menurunkan emisi karbon dengan cara memberikan free rail pass yang berarti 30 km jarak tempuh kereta digratiskan kepada para komuter.

Cara lain adalah mendorong investasi yang lebih besar untuk menyediakan angkutan feeder atau last mile. Dari rumah ke kantor, tidak perlu lagi memarkir kendaraan pribadi di stasiun atau sekitar halte karena sudah ada jaringan angkutan feeder yang menjangkau luas.

Tentu polusi udara tidak akan selesai hanya dengan mendebat para Boomers. Tugas generasi Z dan Millenial adalah menemukan solusi yang kreatif, berani dan tanpa tendensi kepentingan jangka pendek semata.

Sudah saatnya pemerintah mendengarkan generasi masa datang yang akan mewarisi Indonesia, termasuk mewarisi kerusakan lingkungannya.

Direktur Eksekutif CELIOS
Bhima Yudhistira



Simak Video "Video: Polusi Udara Bisa Meningkatkan Risiko Diabetes "
[Gambas:Video 20detik]

(ang/ang)

Hide Ads