Kementerian Perdagangan menyatakan keran ekspor tanaman kratom dari Indonesia masih terus dibuka hingga saat ini. Saat ini, tanaman tersebut masih dalam penelitian lantaran di Indonesia tanaman itu disebut-sebut masuk kategori narkotika golongan I sehingga ekspornya dipertanyakan sejumlah pihak.
Kratom adalah tanaman herbal yang masuk dalam kategori New Psychoactive Substances (NPS). Mengutip dari situs Badan Narkotika Nasional, BNN telah merekomendasikan kratom untuk dimasukkan ke dalam narkotika golongan I dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Didi Sumedi mengatakan, kratom masuk ke dalam jenis komoditas yang bebas untuk diekspor tanpa harus ada Surat Perizian Impor (SPI). Menurutnya, ekspor masih dibuka sampai menunggu hasil pemeriksaan dari Kementerian Kesehatan dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan ekspor kratom boleh ekspor dari dulu, cuman memang ada wacana akan diatur dari kementerian teknis kan. Kami nunggu aja," katanya, ditemui di ICE BSD, Tangerang, Minggu (20/10/2023).
Didi mengatakan, tidak ada larangan ekspor bagi komoditas ini selama masa penelitian. Ia juga mengaku, belum mendengar kabar terbaru menyangkut hasil penelitian maupun larangan ekspor kratom selama penelitian berlangsung yang disebutkan oleh Badan Karantina (Barantin). Ia yakin, apabila hasilnya sudah keluar dan akan ada kebijakan baru, pihaknya akan dilibatkan dalam rapat koordinasi.
"Saya belum menerima konfirmasi (dari Barantin). Kayaknya kan penelitian dari Badan POM, Kemenkes itu kayaknya belum selesai," tuturnya.
Sebagai rambahan informasi, sebelumnya Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan ada permintaan dari Amerika Serikat (AS) yang ingin membeli tanaman Kratom. Menurutnya permintaan itu bisa saja dilakukan, selama tidak ada larangannya.
"Kemarin ada produk tumbuhan kratom. Orang Amerika datang kami, 'mau beli ini bisa nggak?' Bisa saja. Kan belum dilarang," ujar Zulhas di sela-sela sosialisasi Permendag di Bidang Ekspor, Kamis (31/8/2023).
Merespons adanya permintaan ekspor kratom, Zulhas mengatakan setuju saja. Karena menurutnya sejauh ini belum ada larangan ekspor tanaman kratom. Didi Sumedi juga sempat menyampaikan, pasar untuk ekspor kratom ini cukup besar, terutama permintaan dari Amerika.
"Pasarnya sih terbuka ya, Amerika yang paling besar," ujarnya ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (1/9/2023).
Didi meyakini produksi kratom di dalam negeri saat ini banyak. Namun, terkait ekspor harus diketahui dahulu kratom ini masuk sebagai tanaman yang berbahaya atau tidak. Menururnya, produksi dalam negeri juga melimpah, terutama di Kalimantan.
Mengutip dari BNN, kratom dipercaya dapat menambah stamina tubuh, meringankan lelah, nyeri otot, batuk, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, meredakan nyeri, mengatasi gangguan tidur, gangguan cemas dan depresi, antidiabetes, dan antimalaria.
Namun, efek samping juga berbahaya bagi tubuh. Kratom disebut menimbulkan efek samping pada sistem saraf dan pikiran seperti yang ditimbulkan beberapa jenis narkotika lainnya seperti pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak nafas, kejang, dan koma.
Untuk itu, BNN telah merekomendasikan kratom untuk dimasukkan ke dalam narkotika golongan I dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penggolongan ini didasarkan pada efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan.
(shc/rrd)