Bagaimana respons Kemenhub soal permintaan ini?
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan pihaknya akan mendengar masukan dan aspirasi dari semua pihak. Termasuk yang disampaikan asosiasi maskapai penerbangan.
Dia tak tegas menyatakan apakah Kemenhub memberikan lampu hijau untuk aspirasi menghapus aturan tarif batas atas. Adita cuma menegaskan semua kebijakan yang diambil Kemenhub akan mempertimbangkan daya beli masyarakatnya dan dampaknya kepada masyarakat.
"Sebagai regulator kami mendengarkan masukan dan aspirasi semua pihak termasuk dari asosiasi. Dalam hal tarif kami juga mesti mempertimbangkan daya beli masyarakat dan dampaknya," sebut Adita ketika dihubungi detikcom, Minggu (5/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang jelas, menurutnya jika aturan TBA dihilangkan jelas bisa membuat maskapai menaikkan harga tiket. Bila aturan TBA direvisi naik saja ada kemungkinan maskapai akal menerapkan harga tiket mendekati tarif batas baru. Adita mengatakan harga tiket di pasaran akan tergantung situasi dan kompetisi antar maskapai juga.
"Jika TBA dinaikkan saja memang ada kemungkinan maskapai menerapkan harga tiket di batas atas, namun ini pun tergantung situasi kompetisinya," kata Adita.
Sementara itu, para pengamat penerbangan menilai penghapusan tarif batas atas tak mudah dilakukan. Pemerhati penerbangan, Alvin Lie mengatakan tarif batas atas merupakan amanat UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menurutnya, untuk menghapus kebijakan ini pemerintah perlu merevisi UU tersebut yang waktunya pasti akan lama.
"Pertama tarif batas itu adalah amanat UU no 1 tahun 2009, jadi wajib dilaksanakan. Jadi kalau ada yang tarif batas atas itu dihapus ya nunggu UU-nya diubah dulu, kalau UU masih seperti sekarang ya wajib dilaksanakan, suka tidak suka," ungkap Alvin Lie kepada detikcom.
Dari sisi konsumen, Alvin Lie yang juga merupakan Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) mengatakan aturan tarif batas diadakan untuk melindungi konsumen agar harga tiket tidak melambung tinggi. Apalagi di masa-masa peak season alias puncak perjalanan.
"Tujuannya untuk melindungi konsumen agar pada peak season atau musim perjalanan padat itu harganya tidak gila-gilaan," ujar Alvin Lie.
Daripada menghapus aturan tarif batas atas, Alvin Lie menyarankan agar Kementerian Perhubungan meninjau kembali tarif batas atas yang ada. Termasuk membuka opsi untuk menaikkan tarif batas atas tersebut.
Pasalnya memang sudah 4 tahun lebih batas pada tiket penerbangan tidak ditinjau kembali oleh Kementerian Perhubungan. Sementara itu, semua biaya operasional penerbangan mengalami kenaikan. Khususnya, harga avtur dan nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah.
Senada dengan Alvin, Gerry Soejatman, Pengamat dari Jaringan Penerbangan Indonesia juga mengatakan akan sangat sulit menghapus aturan tarif batas atas karena mesti mengubah UU. "Untuk meniadakan TBA juga akan harus ada perubahan pada UU No. 1/2009 mengenai penerbangan," ujar Gerry.
Menurutnya, yang paling realistis saat ini adalah Kemenhub segera meninjau kembali batas tarif pada aturan tarif batas atas dan bawah (TBA-TBB) penerbangan. Tarif batas atas dinaikkan, sementara tarif batas bawah diturunkan.
"Kalau menurut saya, sebagai langkah intermediate, TBA dinaikkan dan TBB diturunkan, di mana TBA mendekati harga ekuilibrium pasar, dan TBB diturunkan mendekati ekuilibrium pasar juga," sebut Gerry.
Dengan pita pergerakan harga yang lebih lebar, Gerry meyakini maskapai akan lebih bisa bergerak lebih leluasa dalam urusan menentukan harga yang sesuai. Termasuk untuk penentuan harga yang masuk dalam hitungan keuntungan bisnis. "Jika efektif, maka nantinya TBA bisa dihapus," sebutnya.
(hal/ara)