Kemenhub Ungkap Sebab Belum Optimalnya Jumlah Penerbangan Pascapandemi

Kemenhub Ungkap Sebab Belum Optimalnya Jumlah Penerbangan Pascapandemi

Devandra Abi Prasetyo - detikFinance
Rabu, 15 Nov 2023 19:04 WIB
Pesawat Garuda Indonesia rutin dibersihkan dengan disemprot disinfektan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan kebangkitan dunia penerbangan menjadi keniscayaan setelah tiga Libur Natal dan Tahun Baru terpuruk dalam berbagai pembatasan. Jumlah penumpang pesawat yang sempat jatuh pun juga perlahan membaik.

Ada beberapa sebab mengapa pascapandemi jumlah penerbangan dan penumpang belum terlalu optimal jika dibandingkan 2020-2022.

Pertama, harga avtur yang tinggi meningkatkan tarif angkutan udara. Kedua, nilai kurs dollar AS yang menguat dan nilai Rupiah yang melemah. Ketiga, keterbatasan kepemilikan armada pesawat yang layak terbang. Keempat, kendala aircraft parts deliveries akibat dampak perang Rusia-Ukraina.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada diskusi bertema 'Peran Sektor Transportasi Udara dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Pariwisata Nasional pada Fase Pemulihan Pasca-Pandemi' baru-baru ini, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan M. Kristi Endah Murni mengatakan suplai masih menjadi persoalan besar di tengah tingginya permintaan (demand).

"Memang, suplai menjadi persoalan besar di tengah tingginya demand. Kita masih cek, apakah persoalan ini karena tingginya cost atau ada barrier-barrier lain seperti sulitnya suku cadang, keterbatasan ketersediaan armada, perpajakan, serta faktor-faktor lain yang mengakibatkan supply menjadi tidak optimal," ujar Kristi Endah dalam keterangan tertulis, Rabu (15/11/2023).

ADVERTISEMENT

Kristi menambahkan pengencangan efisiensi dan efektivitas maskapai akibat tingginya harga avtur sebagai komponen terbesar biaya penerbangan juga menjadi perhatian regulator. Selain itu, pemerintah juga menyadari tergerusnya daya beli masyarakat saat ini.

"Terkait rendahnya okupansi pesawat, kami tak bisa hanya melihat dari sisi maskapai, tapi perlu memperhatikan kondisi daya beli publik," tambahnya.

Kemenhub punya peran untuk melakukan konektivitas daerah terluar, terpencil, dan perbatasan, terutama jika daerah itu memang hanya bisa dihubungkan melalui moda transportasi udara.

"Untuk itu, kami terus melakukan optimalisasi dan utilisasi armada yang ada, disesuaikan dengan kebutuhan dan penambahan jam beroperasi dari bandar udara," papar Kristi.

Dirinya bersyukur karena saat ini mulai nampak ada penambahan armada dari berbagai maskapai. Namun, ia mengingatkan kualitas pelayanan harus tetap dijaga, baik saat preflight, inflight, hingga postflight.

"Kami mendorong kerja sama antar maskapai, baik nasional dengan nasional maupun nasional dengan asing. Juga kolaborasi badan usaha angkutan udara dengan pemerintah daerah, terutama pada demand-demand kecil, yang belum sepenuhnya siap dilepas kepada mekanisme pasar," kata Kristi.

Ia menekankan, seluruh pemangku kepentingan penerbangan udara harus 'on board' dalam satu ekosistem untuk kepentingan bersama.

"Kementerian Perhubungan tak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi akan lebih menguatkan kita satu sama lain. Sehingga, setiap kebijakan yang diambil tidak berdampak negatif pada setiap sub-ekosistem lainnya," imbuh Kristi.

Sebagai informasi tercatat, jumlah penumpang (pax) domestik tertinggi secara tahunan tercapai pada 2018 sebanyak 101.743.780 orang, yang kemudian turun di titik terendah pada 2021 dengan hanya 33.373.285 penumpang akibat pandemi.

Pada enam bulan pertama di tahun 2023 ini, jumlah penumpang penerbangan domestik mulai pulih dan ada di angka 38.213.115 orang. Untuk penerbangan internasional, puncak jumlah penumpang tahunan ada pada 2019 mencapai 37.363.129 orang.

Berbagai pembatasan penerbangan internasional membuat angka penumpang antarnegara menjadi jatuh, hingga hanya 1.397.274 pada 2021, yang perlahan mulai bouncing mencapai 12.543.002 orang pada 2022. Satu semester awal 2023, angkanya ada di 15.208.131 penumpang penerbangan internasional.

Pada catatan tengah tahun, dari 256 rute domestik terdapat 127 rute dengan recovery rate di bawah 80 persen terhadap tahun 2019. Sementara, untuk sektor penerbangan internasional, dari 112 rute internasional, terdapat 43 rute dengan recovery rate kurang dari 80 persen terhadap tahun 2019 (perhitungan Januari-Juli 2023).

Malaysia, China, dan Singapura merupakan 'top three' negara tujuan rute penerbangan internasional yang konektivitasnya belum optimal pascapandemi.

(anl/ega)

Hide Ads