Pengusaha penerbangan meminta Kementerian Perhubungan menghapus aturan tarif batas atas (TBA) pesawat. Mereka meminta tarif penerbangan disesuaikan sepenuhnya dengan mekanisme pasar.
Bukankah hal ini membuat harga tiket pesawat bisa makin mahal?
Pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, menjelaskan kondisi TBA yang tidak ada kenaikan sejak 2019 justru berakibat terhadap mahalnya harga tiket saat low season. Hal ini dilakukan agar pihak maskapai bisa mendapat keuntungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghapusan TBA sendiri dianggap tidak memungkinkan karena panjangnya proses birokrasi yang mengharuskan mengganti isi dari undang-undang, tepatnya UU Nomor 1 Tahun 2009/UU Penerbangan. Gerry melihat kebijakan untuk menaikkan TBA dianggap lebih masuk akal ketimbang menghapusnya.
"Dalam jangka pendek, amat tidak mungkin kita hapus karena itu harus ganti pasal di undang-undang. Belum lagi, kalau itu dihapus juga harus ada mekanisme surveillance untuk ngecek harga itu masuk akal atau tidak karena memang metode penilaiannya akan beda kalau dengan ada tarif batas atas," katanya dalam podcast Tolak Miskin detikFinance, ditulis Sabtu (25/11/2023).
Menurut Gerry, pelonggaran TBA menjadi salah satu jalan tengah yang bisa diambil. Ia menyarankan, bila TBA dinaikkan agar dilakukan pengawasan lebih terhadap tindakan yang diambil oleh perusahaan maskapai.
"Jadi, metodenya kalau saya lihat paling memungkinkan adalah pelan-pelan kita naikin lebih cepat dari biasanya dan kita lihat price behaviour-nya seperti apa, demand-nya dan dari sisi lainnya, dan juga price setting si maskapainya." katanya.
Ia juga menekankan agar masyarakat berdamai dan bersabar dengan kondisi harga tiket pesawat saat ini. Ia mengungkapkan bahwa situasi penerbangan saat ini masih belum stabil karena tingginya permintaan, tetapi suplai belum memadai akibat pandemi.
Informasi lengkap tentang topik ini bisa didengarkan pada podcast Tolak Miskin dengan mengklik widget di bawah ini.
(eds/eds)