Kebijakan Fiskal Jaga Stabilitas Ekonomi RI di Tengah Tekanan Global

Kebijakan Fiskal Jaga Stabilitas Ekonomi RI di Tengah Tekanan Global

Erika Dyah Fitriani - detikFinance
Jumat, 08 Des 2023 16:04 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
Foto: Dok. Kemenkeu
Jakarta -

Kebijakan fiskal memiliki peranan penting sebagai penjaga stabilitas nasional sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkomitmen melaksanakan reformasi struktural dalam meningkatkan daya saing di dunia lewat pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas sumber daya manusia, serta penguatan institusi.

Di beberapa forum kerja sama ekonomi internasional, Indonesia aktif berkontribusi dalam penetapan agenda global dan penyelesaian masalah global. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan Indonesia terus melanjutkan perjalanannya menjadi negara yang berpenghasilan tinggi atau high income country.

"Ini bukanlah perjalanan yang mulus dan mudah, karena tidak ada seorang pun yang menjanjikan bahwa menjadi negara berpenghasilan tinggi itu akan mudah, namun ini adalah sesuatu yang harus terus kita dukung dengan kebijakan institusi yang baik," ujar Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, Jumat (8/12/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada pembukaan seminar internasional Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Nusa Dua, Bali, pada 6-7 Desember 2023 lalu, Sri menjabarkan cara Indonesia bisa keluar dari kesulitan saat dihantam pandemi COVID-19.

Ia menerangkan Indonesia melindungi ekonomi negara dengan kebijakan moneter dan fiskal. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggunakan dua kebijakan tersebut dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

ADVERTISEMENT

"Pada saat yang sama kita juga melihat dunia yang sangat terfragmentasi dengan perang teknologi dan fragmentasi geopolitik. Lingkungan global ini jelas mempengaruhi pilihan kebijakan dan peluang bagi suatu negara," jelasnya.

Menurutnya, fragmentasi global menjadi stimulus terjadinya peningkatan nasionalisme dan populisme. Keduanya dipastikan akan memberikan tekanan besar di sisi fiskal.

"Karena pada akhirnya, fiskal, yaitu anggaran, merupakan cerminan dari aspirasi masyarakat, sehingga sentimen terhadap nasionalisme dan populisme pasti akan ditransmisikan ke dalam kebijakan fiskal," tambahnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan banyak negara yang mengadopsi kebijakan fiskal tertentu sebenarnya mengakomodir banyak hal, seperti defisit yang tinggi maupun utang yang tinggi.

"Tapi kalau memang mereka masih mampu untuk memiliki utang yang tinggi," terangnya.

Ia menilai kebijakan fiskal harus bisa tahan terhadap tekanan yang datang dari guncangan global. Baik dalam bentuk krisis keuangan global, pandemi, maupun yang terbaru seperti perubahan iklim.

Sri menegaskan semua bentuk krisis harus bisa direspons suatu negara. Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang mampu merespons cepat guncangan global tersebut.

"Saya sangat senang melihat Badan Kebijakan Fiskal di Kementerian Keuangan menyadari betul perubahan dinamika global ini yang perlu dipahami karena sebetulnya ini masih terus berlangsung, belum sepenuhnya bisa dimengerti, dan pada saat yang sama juga belum final, ini bisa menciptakan dinamika yang sangat besar," tuturnya.

Nasionalisme dan Fragmentasi Global

Sementara itu, Sri Mulyani punya pandangan tersendiri terhadap perkembangan kebijakan negara-negara dunia. Menurutnya, timbulnya rasa nasionalisme yang berlebih dan meningkat di banyak negara juga bisa menjadi dampak negatif bagi masa depan multilateralisme.

Peningkatan fragmentasi global menyebabkan menurunnya kepercayaan antar negara terutama dalam hal prioritas dalam dunia global.

"Hal ini dapat dimengerti karena setiap pemimpin dipilih oleh rakyatnya sendiri dan karena itulah mereka akan melindungi rakyatnya terlebih dahulu, namun sepertinya era di mana kepentingan nasional dan kepentingan global dapat disejajarkan sudah tidak ada lagi," paparnya.

Ia menambahkan fragmentasi menciptakan tantangan antar negara, termasuk Indonesia yang memainkan peran konstruktif di tengah lanskap global yang tidak menentu karena banyaknya perubahan di tengah perputaran perekonomian antar negara. Untuk itu, Kemenkeu terus menjalankan segalanya sesuai dengan konstitusi serta memainkan peran konstruktif dengan memastikan dunia dibangun dengan perdamaian, kedaulatan, dan kesetaraan.

Kinerja yang Stabil

Sri mengatakan Indonesia menunjukkan kinerja yang relatif stabil dan baik meski situasi global penuh dengan tantangan suku bunga tinggi dan perubahan iklim akibat pandemi. Diketahui, perekonomian Indonesia terus tumbuh sekitar 5 persen dalam delapan kuartal terakhir.

"Kami juga terus berfokus pada hal-hal yang paling penting dalam membangun fondasi yang tepat dan lebih kuat bagi Indonesia untuk melanjutkan perjalanan kami menjadi negara berpenghasilan tinggi," ucapnya.

Sri Mulyani menjelaskan kesuksesan Indonesia bisa keluar dari perubahan global adalah dengan perangkat fiskal dalam mengelola begitu banyak goncangan. Baik dari tekanan global maupun domestik.

Indonesia menggunakan kebijakan fiskal dengan bijaksana dan respons relatif fleksibel, sehingga berhasil menstabilkan perekonomian meski pada saat yang bersamaan juga harus menjaga kesinambungan fiskal.

Indonesia, setelah pandemi, langsung melakukan konsolidasi fiskal dengan cara yang baik. Hal ini berimbas pada masa sekarang, sehingga kondisi fiskal Indonesia menjadi relatif lebih baik dibanding dengan negara berkembang dan maju lainnya.

"Dan itu adalah harta karun atau fondasi yang perlu dipertahankan. Karena saat ini dan juga di masa depan kita akan terus mengharapkan guncangan yang akan datang," kata Sri Mulyani.

Ia mengatakan Kemenkeu terus menggunakan instrumen fiskal yang dirumuskan dengan prinsip kehati-hatian, berkeadilan, dan berkesinambungan guna mengatasi tantangan jangka pendek dan panjang agar bisa mencapai tujuan negara berpendapatan tinggi di masa mendatang.


Hide Ads