Jakarta -
Kolaborasi TikTok-Tokopedia yang menghadirkan kembali fitur belanja di TikTok Shop mulai 11 Desember lalu ramai diperbincangkan pelaku pasar. Sejumlah mitos dan fakta pun mengemuka terkait dengan kerja sama ini, termasuk soal keberadaan TikTok sebagai media sosial global.
Senin (11/12) lalu, manajemen PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan TikTok mengumumkan kemitraan strategis untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi digital melalui pemberdayaan serta perluasan pasar bagi pelaku UMKM nasional. Kolaboras ini akan membuat TikTok Shop Indonesia akan di bawah kendali PT Tokopedia.
TikTok akan memiliki pengendalian atas PT Tokopedia, dengan menginvestasikan lebih dari US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 23 triliun untuk mendukung Tokopedia, tanpa dilusi lebih lanjut pada kepemilikan saham GoTo di Tokopedia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikcom merangkum beberapa 'mitos', pertanyaan dan fakta yang beririsan dengan isu ini, diambil dari pernyataan manajemen kedua perusahaan di media dan situs resmi perusahaan.
1. Seller TikTok Otomatis Bakal Jadi Merchant Tokopedia?
Saat ini pengguna TikTok di Indonesia setiap bulan juga ditaksir tinggi, mencapai 125 juta, menurut FastData. Lantas bagaimana data mereka aman?
Lalu, apakah dengan kerja sama TikTok-Tokopedia ini otomatis akan mentransfer data antar kedua pengguna? Saat ini TikTok mengklaim memiliki seller sekitar 6 juta bisnis lokal dan 7 juta kreator affiliate dan Tokopedia dimanfaatkan oleh 14 juta merchant.
Menurut Head of Communication Tokopedia Aditia Nelwan, pihaknya akan selalu mematuhi UU Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
"Tidak ada transfer data otomatis untuk merchants dan users Tokopedia ke TikTok. Jika ada merchants dan users ingin menjadi merchants dan users di TikTok, mereka harus mendaftar di aplikasi TikTok," kata Aditia, dalam keterangan tertulis, Jumat (29/12/2023).
Kepala Komunikasi TikTok Indonesia Anggini Setiawan juga menambahkan di TikTok, tim data privasi dan keamanan data global bekerja keras demi melindungi informasi pengguna.
"Kami juga memberikan perhatian dan sumber daya besar dalam ranah bidang pekerjaan ini," kata Anggini.
Saat ini Tokopedia mengklaim menjadi salah satu perusahaan teknologi Indonesia pertama yang memiliki tim Data Protection and Privacy Office (DPPO), sedangkan GOTO sudah membentuk pejabat dan tim khusus yang menjalankan fungsi Data Protection Officer.
2. Apakah Ada Predatory Pricing di e-Commerce?
Apakah sinergi TikTok-Tokopedia akan memicu adanya predatory pricing atau potensi terjadinya praktek menjual produk dengan harga di bawah biaya produksi? Anggini menegaskan perusahaan terus berkomitmen menghadirkan platform yang bisa merangkul dan adil bagi semua pedagang.
"Kami telah mempersiapkan proses deteksi proaktif, serta memonitor lebih dari 1.600 kategori secara ketat, termasuk busana, kosmetik, kebutuhan sehari-hari dan lebih banyak lagi," kata Anggini.
Pihaknya akan mengambil langkah tegas untuk mencegah penawaran harga yang tidak wajar untuk kategori produk tersebut.
"Hal ini dapat meliputi menghapus produk dengan harga tidak wajar tersebut," tegas Anggini.
3. Apakah Ada Cross Border Selling?
Terbesit anggapan bahwa sinergi TikTok-Tokopedia dalam TikTok Shop Indonesia akan membuat adanya cross border selling atau transaksi lintas batas. Benarkah demikian?
Sebelum pengumuman kolaborasi TikTok-Tokopedia, manajemen TikTok sebetulnya sudah pernah menegaskan hal ini. Pada Juli 2023, Anggini membantah pihaknya melakukan transaksi cross border selling di TikTok Shop. Perseroan berkomitmen memberdayakan UMKM lokal di Tanah Air.
"Ini adalah komitmen kami untuk mendukung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal di Indonesia," katanya.
Seluruh seller di platform TikTok Shop adalah para pengusaha mikro lokal, yang telah melewati proses verifikasi dengan mencantumkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor Indonesia.
4. TikTok Menyatukan Social Media dan Transaksi e-Commerce?
Berdasarkan keterangan resmi TikTok, disebutkan TikTok Shop mulai diuji di AS pada November 2022 dan diluncurkan di AS pada 12 September 2023. Di luar negeri, TikTok Shop dioperasikan di dalam satu platform dengan TikTok.
"Di India, TikTok sudah tidak beroperasi di negara tersebut sejak 2020; bahkan sebelum lahirnya TikTok Shop. Di Inggris, TikTok Shop dan TikTok juga dijalankan di dalam satu platform dan TikTok tidak beroperasi di China," tulis manajemen TikTok.
Di Indonesia saat ini, TikTok tidak memiliki sistem pembayaran dan logistik, sehingga mereka bermitra dengan layanan penyedia jasa logistik. Untuk sistem pembayaran, mereka menerima segala jenis metode pembayaran.
Sesuai aturan Permendag Nomor 31 Tahun 2023, tentang pemisahan e-commerce dan marketplace, maka TikTok tidak boleh melakukan transaksi. Oleh karenanya itu, operasional TikTok Shop Indonesia dihentikan pada 4 Oktober lalu untuk mematuhi aturan tersebut.
Pada Senin (11/12), TikTok bekerja sama dengan Tokopedia (yang sudah memegang izin marketplace). Nantinya, semua transaksi akan terjadi di domain Tokopedia, meski konsumen tetap ada di aplikasi TikTok Shop. Pemerintah memberikan waktu proses uji coba dalam 3-4 bulan ke depan.
"TikTok tidak memproduksi produknya sendiri di dalam platformnya. Kami tidak berniat untuk menjadi peritel atau wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual di Indonesia," tulis TikTok.
5. Apakah TikTok Beroperasi di China?
TikTok tidak beroperasi di China. TikTok diluncurkan di Mei 2017, dan memiliki kantor global termasuk di New York, Dublin, London, Paris, Berlin, Dubai, Jakarta, Seoul, dan Tokyo. Sebagai kantor pusat untuk kebutuhan bisnis, TikTok memiliki kantor pusat di Los Angeles dan Singapura.
6. Apakah Induk TikTok, ByteDance, adalah Perusahaan China?
Faktanya, menurut penjelasan perusahaan di situs resmi, ByteDance, didirikan oleh pengusaha asal China, tapi saat ini 60% saham perusahaan dimiliki investor institusi global seperti Carlyle Group, General Atlantic, dan Susquehanna International Group. Sementara 20% dipegang karyawan ByteDance di seluruh dunia (ribuan karyawan di Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang).
"Sisanya 20% dimiliki pendiri, pribadi, bukan negara/pemerintah," tulis pernyataan TikTok.
7. Apakah Database Pengguna Diambil China?
Ada anggapan, berdasarkan undang-undang Intelijen Nasional tahun 2017 di China, pemerintah China dapat memaksa ByteDance untuk memberikan data pengguna TikTok Indonesia. Benarkah demikian?
Menurut TikTok, perusahaan tidak menyimpan data pengguna Indonesia di China. Data pengguna TikTok di Indonesia disimpan di Singapura, Malaysia, dan AS, serta tunduk pada hukum negara setempat. Protokol yang ketat diberlakukan untuk mengatur akses karyawan, di mana pun mereka berada.
"TikTok tidak menyimpan data pengguna di Tiongkok, tidak membagikan data pengguna Indonesia kepada pemerintah Tiongkok, dan tidak akan memberikannya meskipun diminta," tegas TikTok.
8. Algoritma TikTok dapat mengunggulkan produk dari pasar tertentu?
Ada pula anggapan bahwa TikTok memanipulasi konten dengan menggunakan algoritma yang dapat berpihak pada produk-produk dari negara-negara tertentu sehingga dapat merugikan bisnis lokal.
Faktanya menurut TikTok, rekomendasi TikTok yang unik, terdiversifikasi, dan berdasarkan minat ditentukan oleh pengguna melalui keterlibatan mereka di platform. TikTok tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan preferensi atau menerapkan pembatasan terhadap produk yang berasal dari pasar tertentu.