DKI Tetapkan Pajak Karaoke hingga Diskotek 40% Meski Diprotes Hotman-Inul

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 17 Jan 2024 07:00 WIB
Foto: Getty Images/iStockphoto/gesrey
Jakarta -

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menaikkan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk kategori hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa menjadi 40%. Kebijakan mulai berlaku pada saat diundangkan 5 Januari 2024.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diteken oleh Pj. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

"Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40%," tulis Pasal 53 aturan tersebut, dikutip Selasa (16/1/2024).

Pada aturan sebelumnya, tarif pajak untuk kategori diskotik, karaoke, klab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disck jockey (DJ) dan sejenisnya dikenakan sebesar 25%. Sementara tarif untuk panti pijat, mandi uap dan spa sebesar 35%.

PBJT merupakan pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Untuk PBJT atas makanan dan/atau minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan ditetapkan sebesar 10%.

Dikecualikan dari objek PBJT yaitu penjualan dan/atau penyerahan makanan dan/atau minuman dengan peredaran usaha yang dilakukan secara insidental tidak melebihi Rp 42 juta/bulan, dilakukan toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman, dilakukan pabrik makanan dan/atau minuman, serta disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat pada bandar udara.

Alasan Tarif Pajak Karaoke hingga Diskotek 40-75%

Aturan pajak hiburan yang diperbarui ini merupakan tindaklanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Aturan ini pun mendapat penolakan khususnya dari pelaku penyedia jasa hiburan. Sekelas Hotman Paris dan Inul Daratista juga mengeluhkan tingginya tarif tersebut.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana menjelaskan 5 jenis jasa hiburan itu dikenakan tarif pajak 40-75% karena dianggap hanya dikonsumsi masyarakat tertentu. Untuk memberikan rasa keadilan antar daerah, maka ditetapkan batas bawah 40% dari sebelumnya tidak ada batas bawah.

"Untuk jasa hiburan spesial atau tertentu tadi itu pasti dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, bukan masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu untuk memberikan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan, dipandang perlu menetapkan tarif batas bawah guna mencegah terjadinya pengetatan tarif yang restituted bottom, berlomba-lomba menerapkan tarif batas bawah padahal ada tanda kutip tertentunya yang perlu dikendalikan," jelas Lydia.

Kebijakan baru ini berlaku mulai 5 Januari 2024 melalui Peraturan Daerah (Perda) masing-masing. Jadi pemerintah daerah bebas menentukan pajak hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa di daerahnya antara 40-75%, tujuannya untuk menjadikan daerah lebih mandiri.

"Ini adalah bagian kita memberikan dukungan kepada daerah untuk makin mandiri, makin ketemu balance fiskalnya. Maka kita harus berpikir tidak hanya memberikan transfer ke daerah, tapi bagaimana memberikan dukungan bagi Pemda untuk meningkatkan pendapatan daerah. Pemerintah pusat atur supaya tidak memberikan tarif tinggi atau berlomba-lomba memberikan tarif sampai batas rendah padahal ada kondisi tertentu yang perlu dilakukan," ucapnya.

Lydia memastikan dalam menetapkan range 40-75% untuk jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa telah mempertimbangkan berbagai masukan termasuk pembahasan di DPR RI. Selain itu juga melihat praktik pemungutannya yang telah terjadi di lapangan.

"UU HKPD ini amanatnya penguatan pajak daerah, memberikan dukungan pada daerah supaya lebih mandiri. Lewat kemandirian inilah UU ini memberikan ruang kepada seluruh daerah, kepada Pemda untuk silakan ditetapkan tarifnya karena kepala daerah yang tahu kondisi sosial ekonomi daerahnya. Supaya tidak berlomba-lomba milih tarif yang paling bawah, maka diberikan batas bawah 40%," pungkas Lydia.




(aid/das)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork