Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Wahyu Sakti Trenggono membeberkan alasan Indonesia melakukan kerja sama ekspor eksklusif Benih Bening Lobster (BBL) alias benur ke Vietnam. Ia menjelaskan negara tersebut sudah menerima keuntungan cukup banyak karena mendapatkan BBL ilegal asal Indonesia.
"Yang namanya benih lobster ke Vietnam itu (selama ini) 100% ilegal, karena kita tidak pernah ekspor (resmi)," ucap Trenggono di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2024).
Trenggono kemudian menjelaskan, bahwa BBL Ilegal asal Indonesia membuat Vietnam bisa mengembangkan budi daya lobster dengan sangat baik. Jumlah ekspor lobster Vietnam cukup besar, hal ini disebabkan populasi budidaya yang banyak.
"Yang saya tahu lebih dari 200 juta bibit yang setiap tahun berkembang (di Vietnam). Itu 100% (BBL) dari kita ke sana (itu) ilegal," bebernya.
"Kalau (harga BBLA) rata-rata US$ 2 (Rp 31.000 dalam kurs Rp 15.662), kalau (dikali) 300 juta bibit saja sudah (dapat) US$ 600 juta (Rp 9,3 triliun), Indonesia tidak dapat apa-apa. Ini harus kita koreksi juga," sambungnya.
Di sisi lain, Trenggono mengungkap bahwa ekosistem budidaya lobster di Vietnam berkembang baik. Negara berbendera bintang kuning itu mempunyai posisi cukup kuat di supply chain atau rantai pasok lobster global.
Oleh sebab itu, Trenggono menjelaskan kerja sama ekspor BBL eksklusif tersebut juga disyaratkan menguntungkan Indonesia. Vietnam diminta mengirimkan sejumlah investor untuk menanam modal di industri budidaya lobster dalam negeri.
Dengan investasi itu, Trenggono mengatakan Indonesia akan memperoleh banyak hal selain uang. Di antaranya transfer teknologi budidaya, transfer pengetahuan, etos kerja, dan lain sebagainya. Lewat hal ini, Indonesia bisa menjadi bagian dari supply chain atau rantai pasok budidaya lobster Vietnam.
"Kita punya limpahan (benih benur lobster) kalau gak diambil mati, kita manfaatkan supaya dapat limpahan ekonomi," jelasnya.
Kendati demikian, Trenggono menjelaskan pihaknya belum menyepakati rincian investasi, jumlah perusahaan yang akan berinvestasi, dan jumlah BBL yang akan diekspor langsung ke Vietnam. Sementara terkait kebijakan ekspor BBL yang masih ditutup, ia menjelaskan pihaknya masih merumuskan hal tersebut.
"Peraturan Menterinya (Ekspor BBL) sedang diberesin, tapi kita ingin (ekspor)dengan Vietnam dulu. Supaya (BBL) tidak liar kemana-mana," jelasnya.
Diwawancarai terpisah, Direktur Jenderal Perikanan dan Budidaya (DJPB) KKP TB Haeru Rahayu, mengatakan pihaknya belum menetapkan kuota ekspor BBL yang akan dikirim ke Vietnam. TB mengatakan pihaknya masih melakukan penjajakan untuk hal tersebut.
"Kita belum sampai sana masih penjajakan seperti yang disampaikan oleh pak Menteri. (Kerja sama Vietnam-Indonesia) itu MoU (Nota Kesepahaman), tapi nanti, kan, ada tahap levelling teknisnya apa, itu PKS (perjanjian kerja sama) jadi masih jauh (realisasinya)," pungkas TB.
Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, Kebijakan ekspor benih lobster (benur) mengalami buka tutup di setiap era kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP). Berganti pemimpin, berganti pula kebijakan yang diambil dalam mengatur komoditas tersebut.
Ekspor benur ditutup di masa kepemimpinan Susi Pudjiastuti yakni pada 2014-2019. Dia melarang keras ekspor benih lobster lewat Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
Namun pada masa kepemimpinan Edhy Prabowo, kebijakan ekspor benur dibuka lagi. Hal ini termaktub dalam Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia. Aturan tersebut ditandatanganinya pada 4 Mei 2020. Setelah Edhy tertangkap KPK, kebijakan ekspor benur pun ditutup lagi oleh pemerintah.
(rrd/rir)