Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akan berakhir pada 31 Desember 2024 mendatang. Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi berharap agar kebijkakan tersebut bisa dilanjut.
Rahmad mengatakan jika kebijakan itu tidak dilanjutkan dampaknya akan tentu mengerek harga gas. Jika harga gas naik maka akan menambah biaya subsidi pupuk dan menurunkan produksi petani padi hingga jagung.
"Yang lebih signifikan adalah setelah harga kebiijakan gas berhenti di 31 Desember, ini jujur membuat Pupuk Indonesia tidak bisa tidur, kita tidak tahu harganya berapa di tahun 2025 dan selanjutnya. Padahal kita tahun 71% biaya produksi urea terkait dengan gas, dan 5% biaya produksi NPK," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024).
Saat ini dengan kebijakan HGBT harganya US$6 per MMBTU. Rahmad mengatakan jika harga gas itu naik US$ 1 saja maka biaya subsidi dipastikan akan membengkak.
"Kenaikan harga gas US$ 1 akan mengakibatkan tambahan biaya anggaran pupuk subsidi Rp 22,3 triliun," jelas dia.
Kemudian jika biaya gas ini ditanggung kepada petani, Rahmad meyakini akan ada penurunan konsumsi pupuk urea dan NPK. Dampaknya akan menurunkan produksi padi sebesar 5,1 juta ton dan jagung 1,2 juta ton.
"Hitungan kami setiap kenaika Rp 1.000 pupuk akan menurunkan konsumsi urea 13% dan 14% NPK. Perhitungan penurunan memupuk akan beimplikasi hilangnya produksi padi secara nasional 5,1 juta ton dan jagung sebesar 1,2 juta ton. Oleh karenanya mohon dukungannya bapak ibu Komisi IV untuk bisa mendukung penyediaan sumber bahan baku gas kami di Pupuk Indonesia," terang dia.
Simak juga Video: Jokowi Pastikan Lunasi Utang Rp 10,4 Triliun ke Pupuk Indonesia
(ada/das)