Suharso Ungkap Cara RI Bisa Keluar dari Middle Income Trap

Retno Ayuningrum - detikFinance
Jumat, 11 Okt 2024 16:33 WIB
Foto: Shafira Cendra Arini/detik.com
Jakarta -

Indonesia menargetkan untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi di tahun 2036-2038 sesuai visi Indonesia Emas 2045. Untuk mencapai hal tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut sejumlah caranya.

Suharso mengatakan pihaknya optimis Indonesia dapat lepas dari middle income trap atau jebakan negara pendapatan menengah. Sebab, dia sudah menggandeng pakar-pakar dari universitas terbaik dunia dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2045.

"Kita melakukan suatu analisa, kita juga bekerja sama dengan universitas-universitas terbaik di dunia, dengan Harvard kita melakukan dynastic growth sedemikian rupa. Apakah kita ini pada rel yang benar atau tidak, pas atau tidak, karena kita harus juga melakukan komparasi dengan negara-negara yang lain. Kenapa misalnya pertanyaan besar lama sekali kita middle income trap," kata Suharso dalam acara CEO Forum yang disiarkan secara daring, Jumat (11/10/2024).

Dia pun membandingkan dengan China yang akan naik kelas menjadi negara dengan pendapatan tertinggi tahun depan. Dia menyebut saat ini pendapatan per kapita China hampir menyentuh batas ambang negara pendapat tertinggi US$ 14.000.

"China sebentar lagi dia akan graduate, karena threshold-nya untuk tahun depan sekitar US$ 14 ribu. Sekarang threshold untuk high income country itu kira-kira sekitar US$ 14.040. Sekarang kita di angka U$ 5.000-an. Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa seperti itu? Apakah kita mampu untuk melakukan itu? Saya berani mengatakan secara dynastic growth yang kita lakukan kita seharusnya mampu," jelasnya.

Dia menjelaskan salah satu cara untuk terlepas dari middle income trap dengan cara menurunkan angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Saat ini, angka ICOR Indonesia tertinggi di level 6. Dengan angka tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5%.

Apabila angka Icore Indonesia bisa diturunkan di level 5, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 6%. Sebagai informasi, ICOR menggambarkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan satu unit output dalam mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Nilai ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan output.

Semakin besar nilai koefisien ICOR, maka semakin tidak efisien perekonomian pada periode waktu tertentu. Berlaku juga sebaliknya.

"Maka pertanyaannya besarnya bagaimana kita menurunkan ICOR. Itu soal efisiensi dipimpin oleh Pak Luhut kita lakukan digitalisasi birokrasi dan seterusnya, tapi itu tidak bisa hanya dilakukan di tingkat nasional tapi yang harus ditingkatkan dikerjakan sampai di tingkat yang paling bawah karena itu harus dirasakan dan juga mendapatkan respon dari publik, dari para CEO," terangnya.

Dia juga menyoroti banyaknya pekerja Indonesia yang rata-rata kerja 20 jam per minggu, dibayar hanya Rp 500.000-an. Padahal idealnya, harus dibayar dengan Rp 2.250.000 per minggu dengan durasi jam kerja yang sama.

"50 juta pekerja itu ke bawah, kira-kira kerjanya di bawah 20 jam per minggu dan dibayar hanya Rp 500.000-an pertanyaannya untuk menjawab potensi tadi itu sekaligus menurunkan ICOR meningkatkan penduduk produktivitas itu, adalah apakah ada pekerjaan yang 20 jam rata-rata naik jadi 30 jam yang diperoleh akan jauh lebih besar atau dibayar 20 jam, tapi kualitas pekerjaannya itu membuat mereka dibayar Rp 4 juta per minggu akan beda," jelasnya.




(rrd/rrd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork