Sejumlah direktorat jenderal (Ditjen) Kementerian Keuangan mengusulkan penambahan anggaran untuk tahun anggaran (TA) 2026. Usulan itu disampaikan kepada Komisi XI DPR RI dalam Rapat Kerja (Raker) yang dilangsungkan pada Senin (14/7/2025) malam.
Langkah ini pun mendapat kritik dari Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit. Ia mengingatkan nilai yang tertera dalam Buku Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), di mana tertulis pada 2026 pemerintah perlu meningkatkan efisiensi.
"Di buku itu jelas 2026 meningkatkan efisiensi belanja negara, termasuk belanja pemerintah pusat dan daerah. Pemda jelas tahun depan dikurangi Rp 100 triliun, kok bisa belanja pemerintah pusat nggak mengikuti norma yang sama?," ujar Dolfie.
Usulan penambahan anggaran disampaikan seiring dengan upaya dalam mendukung program pemerintah. Setidaknya terdapat 14 unit eselon I Kementerian Keuangan yang meminta tambahan anggaran.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) misalnya, mengusulkan penambahan anggaran Rp 1,79 triliun, menjadi Rp 6,26 triliun, di mana pagu awal DJP ditetapkan sebesar Rp 4,47 triliun. Rincian dari tambahan tersebut mencakup Rp 1,5 triliun untuk dukungan manajemen dan Rp 200 miliar untuk mendukung program-program lainnya.
Selanjutnya, ada Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) yang meminta tambahan anggaran Rp 1,038 triliun, menjadi Rp 3,28 triliun, dari pagu awal Rp 2,25 triliun. Alokasinya untuk program kebijakan fiskal Rp 16,56 miliar, program pengelolaan penerimaan negara Rp 124,28 miliar, dan program dukungan manajemen Rp 897,34 miliar.
Lalu ada Ditjen Anggaran (DJA) yang mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 20,56 miliar, menjadi Rp 45,30 miliar, dari pagu awal DJA mulanya ditetapkan sebesar Rp 24,74 miliar. Tambahan dialokasikan untuk kebijakan fiskal Rp 0,83 miliar, pengelolaan penerimaan negara Rp 6,04 miliar, pengelolaan belanja negara Rp 7,19 miliar, dukungan manajemen Rp 6,5 miliar.
Berikutnya, ada Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) yang meminta tambahan anggaran sebesar Rp 386,19 miliar, menjadi Rp 913,84 miliar, dari semula Rp 527,64 miliar. Permintaan ini salah satunya untuk mendukung target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 5,4 triliun.
Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) juga meminta tambahan anggaran untuk 2026 sebesar Rp 23,23 miliar, menjadi Rp 52,93 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari anggaran tambahan sebesar Rp 29,7 miliar, dukungan manajemen sebesar Rp 20,44 miliar, dan program lainnya Rp 19,26 miliar.
Selanjutnya, ada Ditjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK) minta tambahan anggaran Rp 64,62 miliar menjadi Rp 87,53 miliar, dari semula Rp 22,9 miliar. Angka itu terdiri dari tambahan dukungan manajemen Rp 15,8 miliar dan program lainnya Rp 48,82 miliar.
Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) meminta tambahan anggaran Rp 32,59 miliar, menjadi Rp 99,93 miliar, dari pagu awal Rp 67,34 miliar. Anggaran tersebut terdiri atas Satuan Kerja (Satker) DJPPR Rp 56,92 miliar dan BLU LDKPI Rp 43,01 miliar.
Ditjen Perbendaharaan (DJPB) meminta tambahan anggaran Rp 208,31 miliar menjadi Rp 7,15 triliun, dari semula Rp 6,94 triliun. Angka ini sudah termasuk untuk Badan Layanan Umum (BLU) Rp 6,22 triliun, antara lain Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) meminta tambahan anggaran Rp 30,9 miliar menjadi Rp 54,79 miliar, dari sebelumnya Rp 23,85 miliar. Hal ini lantaran dua program utamanya belum mendapat alokasi anggaran alias masih nol, antara lain ada program belanja negara dan program kebijakan fiskal.
Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan juga meminta tambahan sebesar Rp 263,67 miliar menjadi Rp 32,00 triliun, dari pagu awal Rp 31,74 triliun. Tambahan anggaran akan dialokasikan untuk belanja barang Rp 90,48 miliar dan belanja modal Rp 173,19 miliar.
Lalu ada Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan meminta tambahan anggaran Rp 9,71 miliar menjadi sebesar Rp 36,18 miliar dari sebelumnya Rp 26,48 miliar. Usulan ini disampaikan untuk melaksanakan program dukungan manajemen.
Selanjutnya ada Badan Teknologi Informasi dan Intelijen Keuangan (BaTii) yang meminta tambahan anggaran Rp 895,41 miliar menjadi Rp 1,54 triliun, dari semula Rp 653,81 miliar. Usulan tambahan itu akan dipergunakan untuk pengembangan sistem, data analitik, hingga keamanan informasi.
Lembaga National Single Window (LNSW) meminta tambahan anggaran Rp 12,37 miliar menjadi Rp 84,01 miliar, dari pagu awal Rp 71,63 miliar. Tambahan ini akan dipergunakan untuk penguatan tugas dalam peningkatan layanan.
Terakhir, ada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) mengusulkan penambahan anggaran Rp 101,45 miliar menjadi Rp 372,18 miliar, dari semula Rp 270,72 miliar. Anggaran itu dipergunakan untuk mendukung program prioritas nasional dan Kemenkeu seperti penguatan pencapaian target penerimaan hingga kebutuhan unit baru.
Tonton juga video "Sri Mulyani Ungkap Kabar Buruk Ancam Strategi Ekonomi Prabowo" di sini:
(shc/rrd)