Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan alasan perundingan perjanjian dagang dengan negara lain dapat memakan waktu yang tak singkat. Salah satunya, kemitraan ekonomi dengan Uni Eropa yang berlangsung 10 tahun untuk proses negosiasinya.
Selain merampungkan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Patnership Agreement (IEU-CEPA), Budi mengatakan Indonesia juga telah menandatangani kerja sama kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) dengan Kanada. Menurutnya, perjanjian ini dapat membuka pasar baru bagi kedia negara tersebut, termasuk ke Amerika Serikat (AS) serta Meksiko. Budi mengatakan kesepakatan dengan Kanada membutuhkan waktu 2 tahun 7 bulan.
Lalu pada 11 Agustus, Indonesia juga telah menandatangani persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia-Peru (IP CEPA). Tidak hanya itu, Budi menyebut Indonesia juga akan menandatangani untuk perundingan Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (I-EAEU FTA) pada Desember mendatang.
"Dan nanti bulan Desember, rencananya kita menandatangani Indonesia-Eurasia FTA dan juga Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA). Mungkin tahun ini bisa menandatangani karena memang perjanjiannya sudah selesai," kata Budi dalam acara pelepasan ekspor di PT Frisian Flag Indonesia, Cikarang, Jawa Barat, Kamis (30/9/2025).
Budi menerangkan kesepakatan dengan Peru lebih cepat dibandingkan dengan Uni Eropa maupun Kanada. Dengan Peru, lanjut Budi membutuhkan waktu 1 tahun 2 bulan.
Ia menilai perbedaan penyelesaian perundingan ini dipengaruhi oleh total perdagangan antar kedua negara. Menurutnya, apabila total perdagangannya belum besar semakin mudah dalam mencapai kesepakatan perundingan.
"Kita dengan Uni Eropa membutuhkan 10 tahun, ya mungkin itu 10 tahun baru selesai. Dengan Kanada 2 tahun 7 bulan, dengan Peru 14 bulan. Kenapa kalau dengan Peru Tunisia cepat? Karena total trade kita dengan Peru belum besar. Jadi kalau belum besar sebenarnya lebih mudah ya," terang Budi.
"Makanya kita ingin mencoba sekarang tempat-tempat negara termasuk Amerika Latin dan Amerika Selatan yang memang belum besar," tambah ia.
Indonesia dan Peru memulai perundingan pertama CEPA di Lima, pada 27 hingga 30 Mei 2024 yang lalu. Potensi dagang kedua negara juga cukup besar, dilansir dari Antara pada periode Januari-Maret 2024, total perdagangan Indonesia dan Peru mencapai US$ 97,4 juta.
Pada periode ini, ekspor Indonesia ke Peru tercatat sebesar US$ 63,9 juta, sedangkan impor Indonesia dari Peru tercatat US$ 33,5 juta, sehingga Indonesia menikmati surplus perdagangan sebesar US$ 30,43 juta.
Sementara itu pada 2023, total perdagangan kedua negara mencapai US$ 444,4 juta dengan nilai ekspor Indonesia ke Peru sebesar US$ 367,4 juta dan impor Indonesia dari Peru sebesar US$ 77 juta.
Pada 2023, ekspor utama Indonesia ke Peru, di antaranya adalah kendaraan bermotor dan mobil hingga US$ 144 juta, biodiesel hingga US$ 31,8 juta, alas kaki hingga US$ 44,9 juta, dan kertas hingga US$ 13,2 juta.
Kemudian, impor utama Indonesia dari Peru, di antaranya adalah biji kakao senilai US$ 33,1 juta, buah anggur segar atau kering hingga US$ 19,7 juta, pupuk mineral atau kimia fosfat senilai US$ 8,5 juta, seng belum ditempa senilai US$ 5,3 juta, dan terak ampas logam US$ 2,5 juta.
Simak Video "Video Uni Eropa Khawatir Iran Tutup Selat Hormuz: Akan Sangat Berbahaya"
(acd/acd)