Kedua adalah reaksi atas neraca perdagangan yang pada April mengalami defisit cukup dalam, yaitu US$ 1,9 miliar.
"Ini membuat pasar punya ekspektasi terhadap kemungkinan membesarnya defisit transaksi berjalan," kata Juniman.
Selain neraca perdagangan yang mengalami defisit, bulan-bulan ini juga merupakan musim pembayaran dividen ke luar negeri sehingga bisa menambah defisit transaksi berjalan. "Kami perkirakan pada kuartal II ini ada US$ 7 miliar yang keluar untuk dividend payment. Ini juga yang menekan nilai tukar rupiah," tutur Juniman
Pada kuartal II-2014, Juniman memperkirakan defisit transaksi berjalan bisa mencapai 3,2-3,5% terhadap PDB. Naik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,06% PDB.
Faktor ketiga, lanjut Juniman, datang dari dunia politik. Pasar melihat dua pasangan capres-cawapres yang ada yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sudah sama kuat.
"Market sulit melihat siapa yang akan menang. Ini menyebabkan ketidakpastian, sehingga investor cenderung wait and see," ucap Juniman.