Namun tidak bisa dipungkiri ada pula saham-saham yang bergerak naik atau turun secara drastis tanpa sentimen yang jelas. Nah saham-saham itu biasanya disebut saham gorengan. Namun para pelaku pasar yang tahu akan hal itu biasa malu-malu untuk mengungkapkan. Itulah mengapa aksi goreng saham sulit untuk dibuktikan.
detikFinance telah mewawancarai salah satu investor ritel yang namanya sudah tidak asing di dunia pasar modal yakni Hasan Zein Mahmud. Pria yang pernah menjadi Direktur Utama Bursa Efek Indonesia dan menjadi pejabat di Bapepam kini mengisi waktu luangnya dengan menjadi investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saham yang tidak likuid itu gampang digoreng dan dimainkan. Kalau saham-yang besar-besar itu secara individual enggak ada yang bisa mainkan harga, karena ada jutaan orang yang pegang sahamnya. Ibarat lautan luas kita ubah jadi manis kan enggak bisa. Coba kalau 1 gelas saja bisa," tuturnya saat dihubungi detikFinance, Jumat (4/8/2017).
Zein menjelaskan, biasanya ciri-ciri saham yang bisa digoreng kepemilikan sahamnya tidak tersebar dan banyak dikuasai oleh individu. Dengan begitu sang bandar bisa memanipulasi perdagangan.
Saham yang sedang digoreng juga biasanya mengejutkan karena bergerak secara tiba-tiba. Lalu karena tidak ada sentimen atau aksi korporasi yang dilakukan dari emitennya, biasanya sang bandar menyebar isu-isu yang masih abu-abu.
Nah sang bandar akan terus melancarkan aksi transaksi buatan hingga banyak investor ritel yang terpancing masuk. Ketika sudah mencapai level yang diinginkan sang bandar melepas sahamnya. Di situlah banyak investor ritel yang menjadi korban karena sahamnya nyangkut.
"Jadi korbannya, ya investor ritel. Makanya walaupun saya sekarang jadi investor aktif trading saya selalu hindari saham-saham itu, walaupun pergerakannya bagus," tukasnya.