"Melemahnya rupiah sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia. BI akan merespons secara tegas dan memprioritaskan kebijakan moneter untuk terjaganya stabilitas di Indonesia," kata Agus dalam konferensi pers di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Agus menjelaskan, BI segera menggelar rapat dewan gubernur (RDG) bulanan dan membahas kondisi ekonomi secara lengkap pada 16-17 Mei mendatang. Di situlah BI akan mengambil kebijakan untuk stabilisasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut, ke depan BI akan mengambil bauran kebijakan untuk menyikapi perkembangan global dan kondisi normal untuk merespons ekonomi global.
"Kondisi likuiditas rupiah dan valuta asing di pasar terjaga, sehingga membuat Indonesia bisa mengelola ekonominya dengan baik dan berkesinambungan," ujarnya.
Dia menyebutkan, per 9 Mei 2018, selama Mei 2018 (month to date) terhadap dolar Amerika Serikat (AS), rupiah melemah 1,2%, baht Thailand melemah 1,76%, dan lira Turki melemah 5,27%.
Sementara itu, sepanjang tahun 2018 (year to date) terhadap dolar AS, rupiah melemah 3,67%, peso Filipina melemah 4,04%, rupee India melemah 5,6%, real Brasil melemah 7,9%, rubel Rusia melemah 8,84%, dan lira Turki 11,42%. Hingga penutupan hari ini (11/5) dolar AS ditutup di posisi Rp 13.950.
Agus menjelaskan untuk merespon kondisi nilai tukar, BI akan berada di pasar untuk memastikan comfortability dan likuiditas dalam jumlah yang memadai. Kemudian BI akan memantau perkembangan ekonomi global dan dampaknya ke domestik.
Bank sentral akan menyiapkan second line of defense bersama bank sentral negara lain. BI juga akan membuka opsi penyesuaian suku bunga acuan. Kemudian BI akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Kementerian Keuangan untuk menjaga inflasi dan transaksi berjalan. (ara/ara)