Diisukan Mau Merger, Smartfren Buka Peluang Konsolidasi

Diisukan Mau Merger, Smartfren Buka Peluang Konsolidasi

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 21 Feb 2019 08:35 WIB
Diisukan Mau Merger, Smartfren Buka Peluang Konsolidasi
Foto: Adi Fida Rahman/detikINET
Jakarta - PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dikabarkan akan melakukan penggabungan usaha dengan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Isu itu yang membuat harga saham FREN terus meroket hingga sempat dibekukan.

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pun meminta manajemen FREN untuk menjelaskan melalui paparan publik insidentil.

Direksi FREN mengakui membuka peluang untuk konsolidasi dengan pemain telco lainnya. Namun manajemen menegaskan, bahwa hingga saat ini masih dalam tahap pembicaraan dan belum ada kesepakatan dengan perusahaan telco manapun.
Presiden Direktur Merza Fachys menjelaskan, industri telco di Indonesia memang sudah mengalami tekanan sejak lama. Hal itu disebabkan mulai dari kebiasanan masyarakat yang mulai menggunakan aplikasi dan tinggalkan sms serta telepon, hingga masuknya 4G di 2015.

"Masuknya 4G di 2015 ini merupakan satu peristiwa dimana seluruh pemain harus siapkan capex (belanja modal) besar. Sekali digelar, mau tidak mau ya ikut di dalam. Capex ini bukan main besarnya," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (20/2/2019).

Tekanan itu membuat seluruh lelaku telco mengalami kinerja yang buruk. Nah pemerintah, kata Merza, menilai untuk mendorong efiensi di industri telco adalah penggabungan perusahaan-perusahaan.

"Pemerintah berulang kali bicara industri sehat kalau pemainnya hanya 3. Nah 3 ini seperti apa, ini yang kita tunggu. Bukan hanya masyarakat kami juga wait and see. Sekarang masih 6 pemain," tambahnya.

Dia juga mengakui, selama ini para pemain telco sangat aktif berdiskusi satu sama lain tentang arahan merger itu. Menurutnya pembicaraan belakangan juga semakin intens.

"Bukan rahasia banyak terjadi pembicaraan antara semua pemain dan memang belakangan ini makin kenceng pembicaraannya. Ini karena memang pemain sadari ini jalan keluarnya untuk efisiensi industri telco," tambahnya.

Meski mengakui, bahwa perusahaan terbuka untuk merger, Merza menegaskan bahwa belum ada tercapainya kesepakatan dengan pihak manapun. Pihaknya pun masih menanti perkembangan dari industri telco RI

"Nah sampai kapan akhirnya jadi kesimpulan mari kita tunggu. Karena masalahnya pelik," tutupnya.


PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) tahun ini juga menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar US$ 200 juta atau setara Rp 2,8 triliun (kurs Rp 14.000). Dana itu akan digunakan perusahaan untuk pengembangan jaringan.

Presiden Direktur FREN Merza Fachys mengatakan, seluruh dana itu akan digunakan untuk menambah jumlah menara Base Transceiver Station (BTS). Saat ini FREN sendiri memiliki sekitar 16.768 menara BTS.

"Jadi untuk perluasan jaringan telekomunikasi. Sekarang kan kita punya hampir 17 ribu BTS, targetnya jadi 20 ribu BTS," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (20/2/2019).

Merza menegaskan, dana capex itu memang seutuhnya untuk perluasan jaringan. Perusahaan tak ada rencana menyiapkan uang itu untuk melakukan konsolidasi seperti mengakuisis perusahaan telco lainnya.

"Enggak, bukan buat beli-beli (akuisisi)," tambahnya.

Dana capex tersebut akan berasal dari beberapa rencana aksi korporasi yang telah disetujui pada RUPSLB 25 September 2018. Ada 3 aksi koporasi yang disetujui, pertama right issue Rp 6,7 triliun yang sudah dilaksanakan pada 16-30 November 2018.

Kedua FREN akan menerbitkan waran seri II sebesar Rp 3,6 triliun yang masa pelaksanaannya mulai 16 Mei 2019 hingga 22 November 2021. Ketiga Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) melalui penerbitan obligasi wajib konversi senilai Rp 1,2 triliun denga periode pelaksanaan 25 September 2018 hingga 25 September 2020.


Industri telekomunikasi masih tertatih-tatih setelah bertahun-tahun industri ini mengalami tekanan. Ada beberapa faktor yang membuat industri ini terus tertekan.

Merza Fachys menilai, tekanan terhadal industri telco terasa sejak 2015.

"Memang sejak awal pemerintahan Jokowi rasanya industri telco memang diindentifikasi banyak terjadi tekanan," ujarnya.

Tekanan datang, kata dia, lantaran perkembangan global dengan masuknya jaringan 4G di 2015 yang didorong oleh pemerintah. Hal itu memaksa perusahaan telco untuk menyiapkan belanja modal (capex) yang begitu besar.

"Ini merupakan satu peristiwa dimana seluruh pemain harus siapkan capex besar. Ketika itu digelar mau tidak mau ya harus ikut di dalamnya. Capex ini bukan main besarnya," tambahnya.

Faktor kedua adalah perubahan kebiasaan masyarakat berkomunikasi dari menggunakan sms dan telepon kini melalui aplikasi. Hal itu tentu merusak bisnis utama dari para perusahaan telco.

"Boleh dikatakan turun cukup signifikan. Karena masyarakar sudah berubah menggunakan aplikasi. Ini yang menyebablan memang kinerja telco menurun," tambahnya.

Namun pemerintah memikirkan nasib para pelaku. Pemerintah pun agar para pemain berkonsolidasi. Oleh karena itu dia tidak menepis isu rencana Smartfren berkonsolidasi dengan pemain lainnya, meski dia belum memyebutkan nama perusahaan itu.

Hide Ads