Pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin sudah melewati 100 hari kerja. Dari sisi dunia investasi capaian yang ditorehkan begitu berwarna.
Dari sisi nilai tular rupiah, pergerakannya sepanjang di 100 hari kerja Jokowi-Ma'ruf Amin cukup menggembirakan. Dolar AS dari di atas Rp 14.000-an kini sudah Rp 13.600-an.
Namun sebaliknya untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pergerakannya yang seperti roller coaster bikin para investor deg-degan.
Lanjut ke halaman berikutnya.
IHSG Bikin Investor 'Jantungan'Sepanjang 100 hari kerja Jokowi-Ma'ruf, IHSG bergerak begitu dramatis. Naik turun IHSG seakan bisa membuat para investor 'jantungan'.
Jokowi-Ma'ruf sendiri pertama kali dilantik pada Minggu (20/10/2019). Satu hari setelahnya IHSG berada di posisi 6.198.
Sejak saat itu IHSG cenderung menguat cukup drastis. Pada 24 Oktober 2019 IHSG bahkan menyentuh level 6.339.
Namun keesokan harinya IHSG terjun ke posisi 6.252. Sejak saat itu IHSG bergerak naik turun seperti roller coaster.
Pada November 2019 pergerakan IHSG cenderung mengkhawatirkan lantaran terus menurun, bahkan hingga meninggal level 6.000-an. Pada 28 November 2019 IHSG menyentuh level 5.953.
Memasuki Desember 2019, jantung investor yang sudah dibikin berdebar kembali bisa bernafas lega. IHSG cenderung menguat dan kembali lagiu ke level 6.000-an.
Pada 2 Desember 2019 IHSG sudah menyentuh level 6.130. IHSG terus menanjak dan mencapai level 6.329 pada 27 Desember 2019.
Para pelaku pasar percaya kenaikan IHSG di Desember 2019 lantaran adanya fenomena window dressing. Sebab tidak ada sentimen signifikan.
Window dressing sendiri merupakan aksi strategi dari manajer investasi untuk mempercantik portofolionya. Dengan memiliki dana yang besar tentu para manajer investasi bisa melakukan manuver untuk membuat kinerjanya terlihat cemerlang.
Tren positif IHSG berlanjut ke Januari 2019. Meski masih naik turun IHSG masih bergerak dalam rentang 6.200-6.300 setidaknya selama 2 minggu pertama.
Namun di minggu-minggu terakhir Januari 2020 IHSG terjun bebas lagi. Pada 28 Januari 2020 IHSG sudah menyentuh level 6.111. Bahkan pada 31 Januari 2020 IHSG mengalami penurunan yang sangat dalam yakni 1,94% ke posisi 5.940.
Penurunan IHSG sendiri disebabkan nilai transaksi perdagangan yang semakin sepi. Banyak yang percaya hal itu merupakan imbas dari pecahnya kasus Asuransi Jiwasraya.
Kasus Jiwasraya memang sangat berkaitan dengan pasar modal. Ada beberapa saham yang sudah disuspensi oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berbau Jiwasraya.
Selain itu Kejaksaan Agung dikabarkan juga akan meminta otoritas pasar modal memblokir rekening efek yang kabarnya jumlahnya sangat banyak. Apalagi 2 dari 5 tersangka kasus Jiwasraya merupakan orang tenar di kalangan investor pasar modal.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Laksono Widito Widodo mengakui bahwa rata-rata nilai transaksi harian saham (RNTH) mengalami penurunan yang mencapai 22%. Namun penurunan RNTH ternyata juga dialami negara tetangga.
"Memang kita lagi turun, tapi tidak sendirian turun di ASEAN. Dari 6 negara ASEAN tersebut 4 turun, yang naik 2. Filipina kurang lebih flat. Ini perbandingan RNTH 2019 full year, sama RNTH 2020 year to date. Kalau di Thailand naiknya 18%, itu tertinggi di ASEAN, Filipina hanya naik 0,6%, Singapura turun 7%, Malaysia dan Indonesia sama turun 22%, Vietnam turun 53%. Jadi kalau dibilang turun ya memang turun, tapi secara regional juga turun," tuturnya saat berbincang dengan detikcom.
Bagaimana dengan rupiah?
Rupiah Terbang Tinggi
Pada 21 Oktober 2019 atau 1 hari setelah Jokowi-Ma'ruf dilantik, dolar AS berada di level Rp 14.078. Sejak saat itu rupiah cenderung terus menguat.
Memasuki November 2019, rupiah semakin mendominasi dolar AS. Pada 5 November 2019 dolar AS sudah berada di level Rp 13.968.
Selama November 2019 pergerakan nilai tukar tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Dolar AS berkutat di kisaran level Rp 14.000-an.
BI mencatat pada November 2019, rupiah secara rata-rata mengalami apresiasi 0,42%, meskipun secara point to point mengalami depresiasi 0,41% dibandingkan dengan level akhir Oktober 2019.
Penguatan rupiah mulai terlihat sejak Desember 2019. Dolar AS mulai kembali meninggalkan level Rp 14.000-an pada 13 Desember 2019 atau tepatnya menyentuh level Rp 13.985.
Tepat di hari terakhir 2019 rupiah mencatatkan penguatan paling tinggi sepanjang 2019. Saat itu nilai tukar rupiah berada di level Rp 13.901 per dolar AS. Angka ini merupakan yang paling kuat sepanjang tahun ini jika dibandingkan sejak 2 Januari 2019.
Memasuki Januari 2020, penguatan nilai tukar rupiah semakin menjadi. Dalam waktu 7 hari saja rupiah bisa menguat 274 poin dari Rp. 13.940 di 6 Januari 2020 menjadi Rp 13.668 di 13 Januari 2020.
Bahkan pada 24 Januari 2020, dolar AS sempat menyentuh level Rp 13.573 per US$. Bank Indonesia (BI) mencatat penguatan mata uang Garuda itu disebabkan pasokan valuta asing (valas) yang terus meningkat.
Menurut catatan BI pada 22 Januari 2020, Rupiah menguat 1,74% (point to point/ptp) dibandingkan dengan level akhir Desember 2019. Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada 2019 yang tercatat 3,58% (ptp) atau 0,76% secara rerata.
"Penguatan Rupiah didorong pasokan valas dari para eksportir serta aliran masuk modal asing yang tetap berlanjut sejalan prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga, daya tarik pasar keuangan domestik yang tetap besar, dan ketidakpastian pasar keuangan global yang mereda," kata Gubernur BI Perry Wajiyo di gedung BI, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Bi mencatat posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2019 meningkat menjadi US$ 129,2 miliar, atau setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.