Pemerintah telah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Di DKI Jakarta misalnya kini sudah memasuki masa transisi sehingga segala aktivitas sosial ekonomi mulai berjalan kembali dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Tujuannya ialah tentu untuk memulihkan ekonomi secara menyeluruh setelah sempat terpukul karena Corona (COVID-19).
Akan tetapi, dilonggarkannya PSBB ini justru memunculkan kekhawatiran baru yakni mengenai gelombang kedua pandemi virus COVID-19. Bila kejadian, dampaknya dolar AS bisa kembali melambung hingga ke level Rp 15.500.
"Kemungkinan besar dia (dolar AS) akan kembali lagi ke Rp 15.000. Kalau sempat tembus Rp 15.000, dia bisa kembali lagi ke Rp 15.500-an, ya mungkin akan terjadi seperti di bulan Februari-Maret," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi kepada detikcom, Senin (22/6/2020).
Lebih jauh, Ibrahim menjelaskan bahwa selain kekhawatiran terhadap gelombang kedua COVID-19, hal lain yang mendorong pelemahan rupiah adalah gejolak yang terjadi di luar seperti ketegangan antara India dan China, hingga permasalahan di Amerika Serikat.
Baca juga: Mengekor Bursa Asia, IHSG Dibuka Melempem |
"Rupiah melemah karena adanya ketegangan di India, di perbatasan Himalaya antara India dan Tiongkok, walaupun tanpa senjata. Kemudian di Semenanjung Korea, di mana Korea Selatan dan Korea Utara saat ini memanas kembali, tensi ini yang sebenarnya membuat indeks dolar kembali lagi mengalami penguatan. Nah terpenting ini masalah stimulus di Amerika, karena stimulus di Amerika itu yang US$ 2,2 triliun ternyata dihentikan oleh Kongres atau Senat, namun baru-baru ini pemerintah di sana mengajukan kembali US$ 1 triliun," paparnya.
Tak hanya itu, persoalan di dalam negeri juga cukup berpengaruh. Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin yang tidak dibarengi penurunan kredit juga bisa mempengaruhi rupiah.