Investasi Saham Jangan Pakai Uang Panas, Mending Pakai Cara Ini

Investasi Saham Jangan Pakai Uang Panas, Mending Pakai Cara Ini

Vadhia Lidyana - detikFinance
Sabtu, 23 Jan 2021 15:30 WIB
Ilustrasi investor saham
Foto: Ilustrasi: Luthfi Syahban
Jakarta -

Minat masyarakat, terutama kalangan muda untuk berinvestasi ke pasar saham masih tinggi. Rekomendasi-rekomendasi saham di media sosial menjadi salah satu pemicu minat anak muda untuk terjun ke dunia pasar modal.

Belakangan, ramai pembahasan berinvestasi atau pun bermain saham dengan uang panas. Mulai dari meminjam uang di aplikasi pinjaman online (pinjol) hingga ratusan juta rupiah untuk membeli saham, menggadai kendaraan atau rumah, dan sebagainya.

Padahal, baik berinvestasi maupun bermain saham sangat tidak disarankan menggunakan uang panas itu. Menurut Perencana keuangan senior Aidil Akbar Madjid, sebagian besar orang yang membeli saham menggunakan uang panas maka berniat untuk bermain saham atau menjadi trader, bukan investor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Investor pemula ini larinya ke sana, ke trading saham. Tapi mereka nggak menguasai ini, mereka nggak menguasai fundamental apa, teknikal apa. Sebagian mungkin belajar cara baca charting, candlestick, dan sebagainya. Tapi itu sangat-sangat pemula jika mereka disebut sebagai trader saham. Nah salahnya mereka adalah, mereka trading pakai uang panas," ungkap Aidil kepada detikcom, Sabtu (23/1/2021).

Aidil menegaskan, uang panas akan semakin menambah risiko untuk seseorang yang membeli saham baik untuk trading atau investasi.

ADVERTISEMENT

"Kalau kita mau masuk ke saham, baik investasi atau trading, kita harus menggunakan uang dingin, uang yang memang tidak akan dipakai dalam jangka waktu 1, atau 3 sampai 5 tahun ke depan," ujarnya.

Lalu, apa itu uang dingin yang disarankan untuk investasi? Uang dingin adalah uang menganggur yang tak dipakai untuk keperluan sehari-hari, yang memang dimiliki oleh orang tersebut.

"Jadi nggak boleh tuh investasi ke saham pakai uang belanja bulanan, nggak boleh, atau trading saham pakai uang belanja bulanan itu nggak boleh. Atau trading saham atau investasi saham pakai SPP anak itu nggak boleh. Pakai uang cicilan KPR itu nggak boleh. Kalau itu saja nggak boleh, apalagi trading saham pakai pinjaman, atau menggadaikan mobil, itu lebih nggak boleh lagi, karena itu kan dia pakai utang, utang itu kan leverage, menaikkan risikonya dia," imbuh Aidil.

Lalu bagaimana cara yang bijak menggunakan sumber uang untuk investasi saham? Klik halaman selanjutnya.

Dihubungi terpisah, Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Tejasari Asad menegaskan, jika pemula yang ingin membeli saham melihat potensi keuntungan yang cukup besar, maka harus memahami pula risiko rugi yang juga besar. Oleh karena itu, berinvestasi menggunakan uang panas, misalnya sampai berutang sangat tidak disarankan.

"Mereka asumsinya kalau bisa untung 10% dalam beberapa hari saja, berarti bisa dong saya pakai uang pinjaman, misalnya di pinjol ternyata bunganya masih lebih kecil dibandingkan target return yang dihebohkan, jadi mereka berani. Tapi, mereka lupa kalau investasi di saham ada risikonya yaitu return-nya bisa turun. Uangnya atau harga sahamnya bisa turun, nggak selalu untung," terang Tejasari.

Khususnya untuk pemula, perencana keuangan memang menyarankan untuk berinvestasi jangka panjang di pasar saham, bukan trading yang memiliki risiko tinggi.Perencana keuangan Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugrohomenjelaskan, untuk memulai berinvestasi, maka disarankan menyisihkan dana menganggur dari penghasilan bulanannya minimal 10% per bulan.

"Untuk teman-teman milenial sudah mau berinvestasi di pasar saham, berapa sih idealnya? Idealnya itu 10% dari penghasilan kita untuk berinvestasi," tutur Andy ketika dihubungi detikcom.

Akan tetapi, investor pemula juga harus memahami bahwa investasi berbeda alokasinya dengan dana darurat.

"Beda pos. Kalau saya bilangnya, untuk penghasilan kitadipersentase100%, nah 55% untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk bayar cicilan. Berarti masih ada 45%, itu untuk apa saja? Nah 10% untuk ditabung atau investasi, berarti sudah 65%. Kemudian 10% lagi untuk dana darurat, sudah 75% kan? Nah 10% untuk me time atau piknik, itu sudah 85%. Kemudian 10% lagi untuk pengembangan atau upgrade skill kita, sudah 95%. Nah 95% untuk dana charity, sedekah. Jadi posnya antara investasi, dana darurat, memang terpisah," pungkasnya.


Hide Ads