Meski selama masa larangan mudik Garuda Indonesia masih boleh mengangkut penumpang dengan tujuan khusus, tapi itu jumlahnya tak seberapa.
"Kan itu jumlahnya sangat sedikit. Yang tadinya kita bisa 120 bahkan 150 flight per hari, itu kemarin cuma bisa jalan 17 penerbangan. Itu pun rugi, penumpangnya dikit (nggak menutup biaya) jauh, jauh sekali malah nombok. Nah semakin hari semakin rugi, kurang lebih kalau dihitung-hitung sebulan itu bisa Rp 1 triliun ruginya. Kan semakin numpuk," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah karena merugi terus dari tahun 2020 sampai sekarang itu utangnya Rp 70 triliun hari ini," ujar Muzaeni.
Pemerintah sebenarnya sudah memberi dukungan bantuan pendanaan sebesar Rp 8,5 triliun untuk Garuda Indonesia. Namun kata dia belum cair semuanya.
"Baru turun Rp 1 triliun, belum semuanya, masih Rp 7,5 triliun lagi karena memang Rp 8,5 triliun itu pemberiannya ada term, Rp 1 triliun dulu, Rp 1 triliun dulu," sebutnya.
Oleh karenanya, manajemen Garuda Indonesia harus tetap melakukan efisiensi karena yang dia tahu perusahaan semakin terpuruk. Atas kondisi tersebut, dicarilah opsi-opsi untuk meringankan beban maskapai penerbangan itu, salah satunya restrukturisasi.
Menanggapi rencana tersebut, pihaknya dari asosiasi tidak dalam posisi setuju atau menolak. Tapi pihaknya menekankan agar manajemen tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.
"Silakan restrukturisasi karena memang situasi dan kondisi kayak begini. Tapi permintaan kami harus tidak ada PHK sepihak, karena kalau ada PHK sepihak itu menyalahi aturan. Makanya karena kami dari asosiasi atau dari serikat itu memberikan statement itu ya itulah yang diambil oleh manajemen bahwasanya pensiun dini," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra tak menjawab konfirmasi detikcom. Dia menyarankan untuk berkoordinasi dengan VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Mitra Piranti. Tapi belum ada jawaban.
"Koordinasi sama bu Mitra Corsec ya," jawab Irfan singkat.
(ara/ara)