Kisruh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) terus bergulir. Terbaru mantan direksinya yakni Stefanus Joko Mogointa dan Budhi Istanto dituntut hukuman pidana 7 tahun penjara dan denda maksimum Rp 2 miliar subsider kurungan penjara selama 6 bulan.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/6) kemarin.
"Kedua terdakwa terbukti melakukan perbuatan secara langsung atau tidak langsung menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun," kata Jaksa Penuntut Umum Leonard Simalango dilansir dari Antara, Minggu (6/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tuntutan itu lebih rendah dari dakwaan sebelumnya. Joko dan Budi didakwakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Jika terbukti bersalah keduanya dikenakan hukuman kurungan paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
Menurut Leonard pengajuan tuntutan tersebut sudah berdasarkan bukti-bukti dan pernyataan saksi-saksi selama proses persidangan yang sudah berjalan sejak 2020. Dalam perkara ini kedua terdakwa terindikasi melakukan tindak pidana pasar modal.
Dugaan tindakan yang dilakukan keduanya adalah memanipulasi laporan keuangan AISA tahun buku 2017. Tujuannya untuk mengerek harga saham perusahaan saat itu. Tindakan tersebut melanggar pasal 95 UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Manipulasi Laporan Keuangan Tiga Pilar 2017 dilakukan dengan menggelembungkan (overstatement) piutang enam distributor dari yang sebenarnya Rp 200 miliar menjadi Rp 1,6 triliun. Adapun keenam distributor yang sejatinya merupakan milik Joko justru dicatat sebagai pihak ketiga.
Sebelumnya, dalam keterangan resminya pada Rabu (2/6), Ketua Forum Investor Ritel AISA (Forsa) Deni Alfianto mengatakan Laporan Keuangan Tiga Pilar Tahun 2017 yang terlihat bagus menjadi alasan investor untuk membeli saham AISA.
Sebab saat itu nilai bukunya tercatat mencapai Rp 1.300-1.500 per saham, padahal nyatanya perseroan punya ekuitas yang negatif.
"Ada investor yang membeli pada harga Rp 2.000 kemudian pada 2018 malah disuspensi karena gagal bayar bunga obligasi. Manipulasi ini jelas merugikan kami," ujar Deni.
Adapun suspensi kembali dibuka pada Agustus 2020 lalu. Pasca suspensi dibuka, harga saham AISA lantas turun ke level Rp 200-an. Sejak pergantian direksi, kinerja AISA mulai membaik.
Perseroan pun kini terus berbenah memperbaiki kinerjanya, terutama pasca masuknya perusahaan pangan berbasis di Singapura yaitu FKS Group yang telah menjadi pengendali perseroan sejak kuartal tiga tahun lalu.
Sampai kuartal I-2021 perseroan juga berhasil meraih laba sebelum pajak senilai Rp 3,90 miliar, tumbuh 66,7% dibandingkan akhir tahun lalu senilai Rp 2,34 miliar.
(das/dna)