Ekonom senior, Rizal Ramli mendesak agar perdagangan saham PT Sentul City Tbk dihentikan, buntut dari polemik pengembang properti tersebut dengan Rocky Gerung. Rizal lantas mengungkit prinsip utama pasar modal.
"Prinsip-prinsip utama pasar modal nyaris sama di seluruh dunia: tranparansi, akuntabilitas dan tata kelola (governance) adalah prasyarat untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal. Disamping itu, di banyak bursa, prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia menjadi indikator penting," katabya melalui keterangan tertulis yang dikutip detikcom, Rabu (22/9/2021).
Dia mengutip pernyataan Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia/Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR), bahwa akses untuk menggunakan dan mengendalikan tanah berdampak secara langsung pada pemenuhan hak asasi manusia. Sengketa tanah juga sering menjadi penyebab dari pelanggaran hak-hak asasi manusia, benturan, dan kekerasan terhadap rakyat.
Kekhawatiran Kantor Komisi Tinggi PBB untuk HAM tersebut, menurutnya juga terjadi di Indonesia. Dari data Komisi Agraria (KPA) yang dibeberkan Rizal Ramli, di tahun 2019 terjadi 279 konflik agraria seluas 734.239 hektar yang berdampak pada 109.042 kepala keluarga. Selama 5 tahun terakhir telah terjadi 2.047 konflik agraria di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pertanian, infrastruktur dan properti.
"Di sektor properti, terjadi kasus pelanggaran HAM oleh perusahaan Sentul City dengan melakukan penggusuran paksa tanah rakyat dengan mengerahkan preman-preman dan buldozer. Eksekusi hanya bisa dilakukan atas dasar keputusan pengadilan, bukan secara sepihak dan semena-mena oleh pengembang," paparnya.
Rizal Ramli mensinyalir Sentul City dan anak perusahaannya menggunakan preman untuk mengintimidasi rakyat agar bersedia melepas tanah dengan harga yang tidak wajar, yaitu Rp 30.000-Rp 50.000/m2. Dia mencontohkan Pesantren dan tanah rakyat di Desa Cijayanti dan Bojong Koneng yang diambil paksa Sentul City melalui anak perusahannya, PT Dayu Bahtera Kurnia.
Dirinya membeberkan pengakuan dari masyarakat setempat bahwa ada preman yang melakukan pemagaran secara paksa tanpa adanya surat-menyurat terhadap tanah rakyat, termasuk Pasantren Tahfidzul Qur'an yang dipagari paksa dengan kawat berduri.
"Perusahaan-perusahaan pelanggar HAM kehilangan akuntabilitas, transparansi dan tata-kelola, dan telah melanggar prinsip-prinsip pasar modal," sebut Rizal.
Dia mengutip penelitian David Kreitmeir, Nathan Lane, dan Paul A. Raschky dari University of Oxford dan Monash University tentang dampak dari laporan pelanggaran HAM terhadap harga saham perusahaan publik. Hasilnya, dampak dari kasus pelanggaran HAM sangat besar terhadap jatuhnya harga saham perusahaan tersebut.
Selain soal HAM, Rizal Ramli menuding terjadi banyak pelanggaran praktik bisnis oleh Sentul City. Kata dia banyak pengaduan dari perusahaan atau perseorangan yang merasa ditipu karena sertifikat tidak kunjung diberikan oleh Sentul City.
"Artinya status aset tanah masih belum 'clean and clear'. Ini tidak sesuai dengan yang disampaikan di prospektus atau promosi pemasaran Sentul City. Artinya diduga telah terjadi "penipuan" dalam aktivitas bisnis Sentul City selama ini," jelasnya.
Dia menduga Sentul City telah melanggar UU Pasar Modal terutama Pasal 90a dan 90b yang bunyinya sebagai berikut:
Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung:
a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun
b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain.
"Atas dasar inilah kami merasa perlu untuk menyerukan kepada OJK untuk segera menghentikan perdagangan dan melakukan audit investigasi terhadap saham Sentul City dan anak perusahaannya di Pasar Modal. Kami menuntut Pasal Modal untuk menghentikan seluruh transaksi saham PT Sentul City Tbk dan menuntut BPN untuk melakukan Moratorium terhadap semua izin-izin peruntukan penggunaan tanah baik itu SIPPT, HGU, HGB, dll. Serta menyerukan agar aksi-aksi perampasan tanah rakyat baik yang dilakukan pengembang/investor segera dihentikan," tegas Rizal.
(toy/dna)