Menerka Penyebab IHSG yang Jeblok Dua Hari Berturut-turut

Menerka Penyebab IHSG yang Jeblok Dua Hari Berturut-turut

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 10 Mei 2022 15:03 WIB
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5% ke level 4.891. Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan saham siang ini.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah dua hari berturut-turut mengalami penurunan dan meninggalkan level 7.000. Analis menilai ada sejumlah sentimen yang menyebabkan IHSG tersungkur di zona merah.

Ekonom dan Praktisi Pasar Modal Lucky Bayu Purnomo mengungkapkan salah satu sentimennya adalah indeks Dow Jones yang juga sempat mengalami minus hingga 600 poin.

Kemudian dari dalam negeri adalah angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disebut tidak mengalami perubahan signifikan dan hanya tumbuh 5,01% pada kuartal I 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ekonomi Indonesia kuartal IV 2021 itu 5,02%, lalu kuartal I 2022 5,01%, jika dilihat lebih detil itu belum mengalami perubahan yang signifikan, masih pada rata-rata," kata Lucky saat dihubungi detikcom, Selasa (10/5/2022).

Dia mengungkapkan, memang sebelum Lebaran indeks sempat menyentuh level tertinggi pada posisi 7.355. Namun hal itu berubah ketika angka PDB dirilis.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya harga minyak dunia juga disebut menjadi salah satu penyebab indeks gonjang-ganjing. Saat ini rata-rata harga minyak masih di angka US$ 100 per barel. Namun tidak diimbangi dengan harga emas yang belum mengalami kenaikan.

"Seharusnya pada saat yang sama harga emas itu sudah di level US$ 2.000 per troy ounce, tapi sekarang di kisaran US$ 1.800 per troy ounce. Nah di sini banyak anomali, sehingga pasar belum price in," tambah Lucky.

Menurut Lucky dibutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk penyesuaian dengan kondisi seperti ini. Kemudian langkah pemerintah sebagai pemangku kepentingan juga ditunggu oleh pasar untuk mengantisipasi kondisi tersebut.

Lanjut di halaman berikutnya.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan memang kenaikan suku bunga The Fed turut mempengaruhi indeks saham dan rupiah.

Meskipun di Indonesia kondisi fundamental dalam negeri cukup bagus, namun tidak kuat menahan gempuran dari eksternal. Apalagi di Amerika Serikat juga sedang menunggu data inflasi yang angkanya diprediksi masih di kisaran 8%.

Menurut Ibrahim, dengan naiknya suku bunga acuan AS ini maka akan membuat dolar AS menguat. Nah penguatan dolar AS ini akan membuat barang-barang komoditas yang melawan dolar menjadi mahal. Jika indeks dolar terus meningkat maka pasar akan khawatir adanya resesi.

"Jika bunga acuan naik, maka modal-modal asing yang ada di negara lain termasuk di Indonesia itu lebih pilih invest di dolar AS. Karena itu lebih aman dibandingkan mata uang lain. Apalagi dolar AS saat ini masih sangat kuat dan berpengaruh," kata Ibrahim.

Tak cuma The Fed, Ibrahim juga menyebut pasar khawatir dengan kondisi ketegangan Rusia dan Ukraina. Di mana Presiden Vladimir Putin sempat mendeklarasikan perang terbuka dan dikhawatirkan menjadi perang dunia ketiga.



Simak Video "Video: IHSG Turun 7,71% Saat Penutupan Sesi I"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads