-
Untuk mencegah krisis listrik terjadi di wilayah Jawa-Bali pada 2018, pemerintahan pimpinan Joko Widodo (Jokowi) akan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Cilacap, Jawa Barat berkapasitas 5 x 1.000 megawatt (MW).
Pembangkit ini untuk mengatasi mandeknya proyek PLTU Batang di Jawa Tengah berkapasitas 2 x 1.000 MW. PLTU di Batang ini masih terkendala masalah lahan.
"Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyatakan, dalam lima tahun ke depan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan mencegah krisis listrik terjadi, harus ada pembangunan pembangkit listrik sebanyak 35.000 MW," ungkap Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo pekan lalu.
"Diputuskan untuk mencegah krisis listrik terjadi dan menopang pertumbuhan ekonomi dibangun PLTU kapasitas 5.000 MW di Cilacap dan akan selesai dalam waktu 7 tahun," tambah Indroyono.
Berikut gambaran soal rencana pembangunan PLTU Cilacap ini, seperti dirangkum, Senin (10/11/2014).
Hingga kini, latar belakang investor PLTU 'raksasa' Cilacap, Jawa Tengah, yaitu PT Jawa Energi masih misterius. Padahal investasi pembangunan PLTU terbesar di dunia tersebut diperkirakan mencapai Rp 100 triliun lebih.
"Kami juga masih cari tahu siapa PT Jawa Energi ini, karena kapasitas pembangkit yang dibangun sangat besar sekali, biaya investasi yang dibutuhkan juga tidak kecil bisa Rp 100 triliun lebih," ujar Manajer Senior Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) Bambang Dwiyanto kepada
detikFinance.
Bambang menambahkan, yang ia tahu ada nama perusahaan listrik yakni PT Jawa Power. Namun informasi soal PT Jawa Energi, Bambang belum tahu latar belakang perusahaan tersebut.
"Kami tahunya Jawa Power yang mengelola PLTU Paiton, apalagi katanya Jawa Energi mempunyai proyek pembangkit listrik di Buleleng, Bali dan Kalimantan Utara, nanti kami cari informasinya lagi," ujar Bambang.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said juga mengaku belum kenal siapa PT Jawa Energi yang akan membangun proyek di atas tanah milik TNI AD dan Polisi tersebut.
"Perusahaannya saya juga belum kenal dengan mereka, tapi saya dikenalkan oleh Bupati Cilacap," ucapnya.
Sudirman mengungkapkan, informasi yang diberikan Bupati Cilacap kepada dirinya, Jawa Energi merupakan perusahaan yang sudah teruji. Perusahaan ini mengoperasikan PLTU di Buleleng, Bali dan Kalimantan Utara.
"Bagi saya pertama-tama saya akan percaya orang dulu, sampai terbukti nggak bisa dipercaya. Saya akan menengok ke Buleleng dan Kalimantan," ungkapnya.
Ia menegaskan, bagi negara, apa yang dilakukan Jawa Energi justru sangat baik, karena bergerak sendiri, tanpa harus meminta jaminan listriknya dibeli dengan harga berapa oleh PLN.
"Ini IPP (Independent Power Producer/pembangkit listrik swasta) yang menarik dan semoga tidak ada masalah. Perusahaan ini tidak minta kontrak-kontrak dulu, berapa Power Purchase Agreement (PPA/perjanjian harga listriknya), tapi mereka bangun dulu pembangkitnya baru PPA," kata Sudirman.
PLTU Cilacap yang rencananya berkapasitas 5 x 1.000 megawatt (MW), akan menjadi PLTU terbesar di dunia.
"Ini besar sekali kapasitasnya, total 5.000 MW, jarang ada PLTU berkapasitas sebesar ini di dunia, mungkin bisa jadi pembangkit terbesar di dunia," ujar Manajer Senior Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) Bambang Dwiyanto.
Bambang mengungkapkan, proyek lain yaitu PLTU Batang 2 x 1.000 MW di Jawa Tengah yang harusnya selesai pada 2018, statusnya bakal menjadi yang terbesar di Asia Pasifik.
"PLTU Batang sendiri kalau jadi 2018 nanti jadi yang terbesar di Asia Pasifik, tapi sayangnya karena masalah pembebasan lahan yang belum rampung, proyek ini bakal molor hingga 2020," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah menunjuk PT Jawa Energi untuk membangun PLTU Cilacap dengan kapasitas 5.000 MW.
Lahan dari PLTU Cilacap tersebut akan berdiri di atas tanah milik TNI dan Polri yang aset tanahnya akan dialihkan ke PLN, nantinya Jawa Energi yang menyewa lahan ke PLN.
"Ini juga kami masih bingung, bagaimana sewa tanah, karena selama ini belum ada investor sewa tanah ke PLN, pihak swasta yang bangun pembangkit ya tanahnya mereka sendiri," tutupnya.
Proyek ini tidak akan senasib seperti PLTU Batang 2 x 1.000 MW yang terkendala karena masalah lahan. Karena lahan proyek ini sudah menjadi milik negara.
"Sebenarnya lahan ini sebagian milik TNI AD dan sebagian milik Polri, tapi ditetapkan yang punya negara. Makanya kita cari solusi dari Menteri Agraria, Menkum HAM, dan KSAD TNI apakah ada masalah nanti soal lahan," kata Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo pekan lalu.
"Karena proyek ini dibangun oleh swasta, aset TNI tidak boleh diserahkan ke swasta. Makanya telah diputuskan tanah itu dialihkan ke PLN, nanti mekanismenya dengan Menteri Keuangan. Lalu investor yang bangun sewa tanahnya ke PLN," tambahnya.
Yang unik dari proyek ini, selain akan dibangun oleh pihak swasta, juga tanpa harus ada perjanjian jual beli tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) terlebih dahulu antara investor dan PLN selaku calon pembeli listrik. Investor yang siap mendanai proyek ini adalah PT Jawa Energi, yang hingga kini masih belum terungkap latar belakangnya.
Butuh dana sekitar Rp 100 triliun lebih untuk membangun proyek PLTU 'raksasa' di Cilacap, Jawa Tengah. PLTU berkapasitas 5x1000 MW ini bakal dibangun swasta, PT Jawa Energi.
"PLTU ini sangat besar sekali kapasitasnya, tentunya dana yang dikeluarkan juga pasti sangat besar," ujar Manajer Senior Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) Bambang Dwiyanto.
Bambang memperkirakan, paling sedikit biaya investasi yang bakal digelontorkan mencapai Rp 100 triliun lebih.
"PLTU Batang saja investasinya Rp 40 triliun untuk kapasitas 2.000 MW, karena untuk PLTU per 1 MW diperlukan biaya sekitar Rp 2 triliun, 5.000 MW artinya sekitar Rp 100 triliun, itu tergantung juga dengan berapa patokan dolar AS," ungkapnya.
Bambang menambahkan, bila terealisasi PLTU ini akan selesai pembangunan totalnya selama 7 tahun. Tentunya dampaknya besar sekali bagi kelistrikan di Jawa-Bali.
"Saat ini kapasitas listrik di Jawa sekitar 23.000 MW, jika pertumbuhan ekonomi ditargetkan 8% per tahun maka harus ada tambahan 2.000 MW pembangkit listrik di Jawa tiap tahunnya, tidak hanya dana yang besar untuk bangun PLTU, juga lama waktunya 4-5 tahun, kalau molor seperti PLTU Batang bisa lebih lama lagi," tutupnya.