Kemenaker Minta Chevron Penuhi Hak Para Pekerja Panas Bumi

Kemenaker Minta Chevron Penuhi Hak Para Pekerja Panas Bumi

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 29 Des 2016 15:00 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Chevron Corporation telah resmi menjual aset-aset panas bumi miliknya di Indonesia kepada Konsorsium Star Energy pada 23 Desember 2016 lalu. Aksi korporasi ini berbuntut sengketa dengan para pekerja Chevron Geothermal Energy Ltd (CGI).

Para pekerja CGI di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Darajat dan WKP Gunung Salak menuntut pesangon pasca rampungnya divestasi dua WKP tersebut.

Alasannya, para pekerja CGI ingin hubungan kerja mereka dengan Chevron diselesaikan alias diputus sekarang untuk kemudian dimulai lagi dari nol dengan Star Energy selaku pemilik baru WKP Darajat dan Salak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut para pekerja CGI yang menuntut pesangon, divestasi itu mengakhiri hubungan kerja dengan Chevron. Meski masih bekerja di tempat yang sama, tapi mereka akan bekerja pada pemilik baru, sehingga kontrak kerja harus dimulai lagi dari nol. Dengan berakhirnya hubungan kerja, maka Chevron wajib memberi pesangon.

Untuk menyelesaikan masalah ini, para pekerja panas bumi Chevron meminta bantuan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk melakukan mediasi. Mediasi telah berlangsung sebanyak 3 kali pada tanggal 13 Desember 2016, 19 Desember 2016, dan 21 Desember 2016.

Pihak Chevron diwakili oleh kuasa hukumnya, Darmanto. Para pekerja CGI diwakili Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI). Sedangkan Kemenaker menugaskan 2 orang mediator hubungan industrial, yaitu Yasman Heriyanto dan Feryando Agung Santoso.

Hasilnya, Kemenaker pada 28 Desember 2016 telah mengeluarkan rekomendasi atau anjuran untuk menyelesaikan sengketa hubungan industrial ini. Ada 7 poin dalam rekomendasi tersebut, berikut isinya sebagaimana dikutip detikFinance dari salinan surat Kemenaker.

Pertama, Chevron Geothermal Salak Ltd. dan Chevron Geothermal Indonesia Ltd. tetap terus melanjutkan hubungan kerja kepada seluruh pekerja apabila terjadi divestasi.

Kedua, para pekerja juga terus melanjutkan hubungan kerja dengan Chevron Geothermal Salak Ltd. dan Chevron Geothermal Indonesia Ltd. apabila terjadi divestasi.

Ketiga, Chevron Geothermal Salak Ltd. dan Chevron Geothermal Indonesia Ltd. tidak mengurangi hak-hak pekerja (compensation and benefit) yang selama ini diberikan sampai dengan berakhirnya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) pada Juni 2018.

Keempat, seluruh pekerja menerima hak-hak yang selama ini diberikan oleh Chevron Geothermal Salak Ltd. dan Chevron Geothermal Indonesia Ltd. sampai dengan berakhirnya PKB pada Juni 2018.

Kelima, Chevron Geothermal Salak Ltd. dan Chevron Geothermal Indonesia Ltd. membayar kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada seluruh pekerja dengan mengacu pada Tabel Besar PKB 2016-2018 dengan masa kerja kembali dari awal, yaitu nol tahun, sebelum proses divestasi berlangsung.

Keenam, seluruh pekerja menerima pembayaran kompensasi PHK yang diberikan perusahaan kepada seluruh pekerja dengan mengaci pada Tabel Besar PKB 2016-2018 dengan masa kerja kembali dari awal, yaitu nol tahun, sebelum proses divestasi berlangsung.

Ketujuh, kedua belah pihak diminta memberikan jawaban atas anjuran tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 hari kerja setelah menerima Surat Anjuran dari Kemenaker.

Apabila para pekerja panas bumi dan Chevron sepakat menerima anjuran Kemenaker, maka akan dibuat perjanjian bersama dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sedangkan apabila ada salah satu pihak yang menolak rekomendasi ini, maka dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (mca/drk)

Hide Ads