Baca juga: https://finance.detik.com/energi/3426905/bos-besar-freeport-ancam-gugat-pemerintah-ri-ke-arbitrase
Pemerintah Indonesia menawarkan beberapa opsi kepada Freeport sebagai upaya mencari titik temu atas permasalahan yang tengah terjadi. Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menjelaskan opsi pertama pemerintah akan membuka perundingan guna tentang stabilisasi investasi yang diinginkan Freeport.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam amanat UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 seluruh perusahaan pertambangan di Indonesia memang diwajibkan membangun pabrik pemurnian alias smelter. Jangka waktu yang diberikan dalam UU tersebut 5 tahun setelah diundangkan.
Waktu yang diberikan dalam UU tersebut sebenarnya sudah lewat, namun pemerintah memberikan kelonggaran bagi perusahaan tambang yang ingin tetap melakukan ekspor konsentrat, dengan mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Dalam IUPK tersebut juga tetap disyaratkan untuk bangun smelter selama 5 tahun. Pemegang IUPK juga diwajibkan melakukan divestasi saham hingga 51%. Namun Freeport Indonesia menolaknya, sebab mereka menganggap IUPK mengancam stabilisasi kelangsungan usahanya.
Jika opsi tersebut ditolak, pemerintah memberikan opsi kedua, yakni revisi UU Minerba No.4 Tahun 2009. Namun untuk mengubah beleid tersebut butuh waktu panjang.
"Kan pasal 170 UU Minerba sudah jelas, semua perjanjian KK wajib melakukan pengolahan dan pemurnian lima tahun sejak UU diberlakukan. Ya itu mustinya jatuh tempo 2014. Akhirnya yang boleh IUPK. Kita pakai pasal 102 dan 103 kalau IUPK wajib ada batas 5 tahun. Pemerintah sekarang berikan batas lima tahun," imbuhnya.
"Mau perpanjang investasi, kita kasih juga kok. Boleh lima tahun sebelumnya. Setelah itu bahas divestasi. Pertanyaannya begini, sambil ini boleh nggak ekspor konsentrat? Kita sudah terbitkan kok izin ekspornya. Jumat lalu," tambah Jonan.
Baca juga: Freeport dan AMNT Akhirnya Dapat Rekomendasi Izin Ekspor dari Jonan
Jika opsi tersebut ditolak juga, pemerintah mempersilakan Freeport Indonesia untuk melakukan gugatan ke Abitrase Internasional sebagai opsi ketiga. Jonan menegaskan pemerintah akan tetap mengacu pada undang-undang yang berlaku. (wdl/wdl)