Sudah Diterapkan, Konsumen Belum Paham Soal Biodiesel 20%

Sudah Diterapkan, Konsumen Belum Paham Soal Biodiesel 20%

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 04 Sep 2018 09:45 WIB
Sudah Diterapkan, Konsumen Belum Paham Soal Biodiesel 20%
Jakarta - Kebijakan biodiesel 20% atau B20 semua sektor sudah diterapkan sejak 1 September 2018 lalu. Sejak saat itu, diesel atau minyak solar, baik untuk public service obligation (PSO) alias subsidi maupun non-PSO wajib dicampur minyak nabati.

Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mengerem impor dan mendorong ekspor. Sehingga, cadangan devisa bisa dihemat dan kemudian mendorong penguatan rupiah.

Meski begitu, pada praktiknya beberapa konsumen yang detikFinance temui belum terlalu paham mengenai B20 ini. Sepemahaman mereka, kendaraannya diisi oleh solar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi pengendara, terpenting ialah kendaraan mereka terisi bahan bakar. Mereka juga tak mendapat masalah dari bahan bakar yang telah dibeli. Berikut berita selengkapnya:
Implementasi biodiesel 20% atau B20 semua sektor sudah berlaku pada 1 September 2018 lalu. Namun, belum semua konsumen paham kebijakan ini.

Beberapa konsumen mengatakan hanya sekadar mengisi kendaraan bermesin dieselnya dengan solar tanpa tahu kandungan solar tersebut.

Hal itu seperti diungkapkan Saran, salah seorang konsumen yang mengisi BBM di SPBU Kuningan, Jakarta. Sepemahaman sopir truk ini, dia hanya mengisi solar. Saran tidak tahu solar tersebut kini menjadi biosolar atau sudah mengandung minyak sawit.

"Kurang tahu (B20), solar aja gitu ya, solar ya solar," kata dia kepada detikFinance saat mengisi BBM di SPBU Kuningan Jakarta, Senin (3/9/2018).

Terkait dampaknya ke mesin, dia mengaku belum tahu. Terpenting, kendaraan yang dipakai terisi oleh bahan bakar.

"Belum tahu, belum jamin juga," ujarnya.

Konsumen lain, Dap, juga mengatakan hal senada. Dia mengaku belum paham betul B20.

Selama ini, Dap hanya memesan solar untuk kendaraan minibusnya. Ia tidak tahu solar ini sekarang sudah tercampur minyak sawit.

"Belum tahu plus minusnya, tahunya pakai saja," ujar dia.

Namun, dia yakin bahan bakar ini sama saja dengan solar murni. Dia mengatakan, selama mengisi BBM di SPBU Kuningan juga tidak pernah mengalami masalah pada mesin.

"Sama aja, biosolar ama solar, nggak ada efeknya. Selama ini ngisi di sini, di sini nggak masalah," terangnya.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati turun ke lapangan mengecek jalannya program perluasan biodiesel 20% atau B20. Lokasi yang dipantau Nicke ialah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina di Kawasan Kuningan, Jakarta.

Berdasarkan pantauan detikFinance, Senin (3/9/2018), Nicke tiba dilokasi sekitar pukul 15.30 WIB. Rencana Nicke mengunjungi SPBU ini mundur dari yang dijadwalkan sekitar pukul 13.00 WIB.

Nicke dengan setelan kemeja warna putih itu langsung menghampiri konsumen begitu ia tiba. Konsumen mobil hitam menjadi sasaran orang nomor satu Pertamina ini.

"Ini pakai Pertamax?"tanya Nicke.

"Iya pakai Pertamax, lebih irit," jawab konsumen tersebut.

Tak lama berbincang, Nicke kemudian mengisi langsung mobil tersebut dengan Pertamax. Nicke langsung memasukkan nozzle warna biru ke dalam tangki mobil.

Meninggalkan mobil hitam, Nicke kemudian mendatangi minibus. Mobil berbentuk kotak ini telah menunggu untuk diisi bahan bakar solar. Pada kesempatan itu, Nicke menjelaskan solar saat ini sudah menjadi B20. Artinya, bahan bakar ini mengandung minyak nabati 20%.

"Ini mandatori B20," ujar Nicke yang kemudian juga mengisi tangki mobil ini.

Setelah mengisi minibus, Kopaja yang yang tengah menunggu untuk diisi bahan bakarnya menjadi sasaran Nicke. Letaknya hanya beberapa meter dari minibus.

Mendekati Kopaja itu, Nicke meminta sang juru setir untuk turun. Kemudian, Nicke langsung bertanya kepada sopir bagaimana pengalamannya menggunakan B20.

"Mesinnya bagaimana?"tanya Nicke.

"Bagus," jawab sopir.

"Lebih irit?" tanya Nicke lagi.

"Lebih irit," ujar sopir Kopaja yang mengenakan baju hitam itu.

Sebanyak 95% stasiun bahan bakar umum (SPBU) Pertamina telah menyalurkan biodiesel 20% atau B20. Sisanya, sebanyak 5% belum menyalurkan dan letaknya kebanyakan di Indonesia bagian timur.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, belum tersalurnya B20 karena terminal bahan bakar minyak (TBBM) masih menunggu pasokan fatty acid methyl (FAME) sebagai bahan untuk membuat B20.

"95 persen (SPBU) seluruh Indonesia (salurkan B20), jadi memang Indonesia timur yang belum karena tadi harus mampir TBBM utama baru nanti dikirimkan ke sana," kata dia di SPBU Kuningan Jakarta, Senin (3/9/2018).

Nicke menjelaskan, sebanyak 52 TBBM belum mendapat pasokan FAME karena masalah infrastruktur. Untuk mengatasi hal itu, penyaluran FAME akan disalurkan 6 TBBM utama terlebih dahulu baru disalurkan ke TBBM-TBBM kecil.

"52 TBBM kan selama ini belum dapat pasokan, kita sudah sepakat supplier FAME itu akan disuplai ke 6 TBBM utama akan dikirim lewat laut. Dicampur di TBBM utama, baru didistribusikan itu khususnya Indonesia Timur. Di Papua misalnya, TBBM seperti Wayame, itu supply 12-14 TBBM kecil," jelasnya.

Meski tak secara detail mengenai waktunya, Nicke memastikan SPBU itu segera menyalurkan B20. Sebab, Pertamina telah meneken kontrak untuk pengadaan FAME.

"Kita sudah tanda tangan untuk supply daerah sana ketika itu nanti dikirim ke TBBM utama, dicampur akan dikirim ke 52 TBBM," ujarnya

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengecek penyaluran biodiesel 20% (B20) alias blusukan di dua stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) kemarin. Dua SPBU itu yakni SPBU Kuningan dan SPBU Matraman Jakarta. Apa hasilnya?

Pada kunjungan tersebut, Nicke sempat berbincang dengan beberapa konsumen. Dari situ, Nicke mengatakan, Pertamina perlu mendorong sosialisasi terkait manfaat B20 ini. Menurutnya, B20 memberikan manfaat bagi penggunanya.

"Pertamina akan edukasi mengenai manfaatnya. Tadi kawan-kawan bisa dengar sendiri kan, ternyata dengan B20 itu lebih baik, lebih irit, sekaligus yang harus dipahami kenapa B20 diimplementasikan adalah untuk lingkungan kita lebih baik secara jangka panjang karena kadar emisi karbon lebih rendah," kata dia di SPBU Kuningan Jakarta, Senin (3/9/2018).

Selain itu, bos Pertamina ini juga mengatakan, B20 ini tidak menyebabkan masalah pada mesin. Dia juga menambahkan, harga B20 sama saja dengan solar murni.

"Ada kekhawatiran kan sebelumnya ini akan bermasalah mesin dan sebagainya, kenapa sekarang datang langsung ingin mendengar langsung dari pelanggan, alhamdulilah menilai B20 lebih baik untuk kendarannya. Dan harganya kita jamin sama, kalau harga sama kualitas baik, lingkungan baik, harusnya itu terbaik yang Pertamina berikan pada pelanggan," ujarnya.

Sejalan dengan itu, Nicke mengatakan, penggunaan B20 memberikan manfaat yang besar bagi negara. Salah satunya ialah mengurangi impor.

"Karena B20 mengurangi impor bagus untuk devisa negara," tutupnya.

Hide Ads