Alhasil, untuk mengejar ketertinggalan pasca era Grasberg, Freeport harus menjadi agresif membangun infrastruktur di tambang bawah tanahnya. Tak kurang dari 600 km jalur sudah tersambung di sepanjang tambang bawah tanahnya. Selain itu, kendali jarak jauh (MineGem) untuk mengeruk hasil tambang pun sudah dioperasikan lantaran risiko di tambang underground yang lebih tinggi.
Belum lagi crusher (mesin penghancur bijih) terbesar, kereta bawah tanah yang sampai sekarang juga terus dikembangkan termasuk lift di area tambang GBC untuk memperpendek waktu tempuh bagi pekerja dan distribusi alat.
Harapannya, tambang bawah tanah bisa menjadi mesin produksi utama Freeport utama usai era Grasberg open pit. Targetnya adalah, usai produksi anjlok di 2019, masuk tahun 2020 mereka bisa memaksimalkan tambang bawah tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tambang Grasberg merupakan tambang open pit yang potensinya tercatat 34 juta metrik ton. Dengan konsentrat tembaga 1,29 gram per metrik ton, kandungan emas di Grasberg Open Pit ini juga lebih besar dibandingkan tambang lain, jumlahnya mencapai 2,64 gram per metrik ton dan untuk perak mencapai 3,63 gram per metrik ton.
"Untuk tambang bawah tanah kita baru produksi dari DOZ dan Big Gossan. tapi setelah Grasberg tutup tahun depan maka semuanya akan datang dari underground, dan akan kita capai 160 ribu ton per hari, tapi setelah dua tahun kemudian," papar Zulkifli yang sudah hampir 30 tahun bekerja di Freeport.