Bisa Nggak Tarif Listrik Turun 20%? Ini Hitungan Jonan

Bisa Nggak Tarif Listrik Turun 20%? Ini Hitungan Jonan

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 12 Apr 2019 06:26 WIB
Bisa Nggak Tarif Listrik Turun 20%? Ini Hitungan Jonan
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan buka suara menanggapi wacana penurunan tarif listrik 20%. Wacana tersebut dilontarkan salah satu calon presiden, di mana tarif akan diturunkan 100 hari kerja jika terpilih.

Jonan menyampaikan, dalam penurunan tarif listrik ada sejumlah hal yang mesti dipertimbangkan. Pertimbangan yang dimaksud seperti subsidi untuk energi.

Seperti apa hitungan Jonan terkait wacana tersebut? Berikut berita selengkapnya dirangkum detikFinance:
Mengutip CNBC Indonesia, Kamis (11/4/2019) Jonan memberi tiga catatan terkait rencana penurunan tarif listrik 20%. Pertama, Jonan bilang, tarif bisa saja diturunkan dengan menaikan subsidi. Tapi, itu dengan syarat disetujui DPR.

"Tambah hampir dua kali lipat, kalau mau turun 20% subsidinya ya Rp 100 triliun-Rp 120 triliun," ujarnya di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kedua, jika kebijakan ini diambil maka perlu pertimbangan, apakah memilih kenaikan subsidi atau meningkatkan pembangunan kelistrikan. Jonan menuturkan, masih ada wilayah di Indonesia yang belum terakses listrik.

Jika ingin subsidi yang dinaikan, artinya listrik hanya bisa dinikmati oleh mereka yang sudah punya akses listrik saja seperti di kota-kota.

"Yang belum ada layanan kelistrikan malah tidak dapat subsidi sama sekali jika tarif diturunkan. Prinsip keadilan sosialnya ini bagaimana nantinya," jelas Jonan.

Ketiga, terkait efisiensi. Menurut Jonan dalam beberapa tahun terakhir pemerintah telah mengupayakan berbagai kebijakan untuk menekan biaya pokok produksi listrik. Di antaranya, adalah capping harga batu bara di level US$ 70 per ton.

Langkah efisiensi ini tidak bisa dikebut dalam 100 hari. Jonan menuturkan, ada banyak faktor untuk turunkan tarif listrik dan efisiensi.

"Ada energi primer harga gas, batu bara, kalau itu mau diturunkan lagi cap-nya, bisa hancur pertambangan," jelas dia.

Sementara, jika ingin tetap turunkan tarif namun tidak menambah subsidi, hal itu juga agak sulit dilakukan. Sebab, akan membebani keuangan PLN.

"Keuangan PLN tidak mampu nanti," ujar Jonan.

Masih mengutip sumber yang sama, Jonan mengatakan cara yang bisa ditempuh untuk menurunkan tarif ialah menaikan subsidi.

"Menurut saya bisa tapi harus tingkatkan subsidi. Nambah hampir dua kali lipat, sekitar Rp 50 triliun hingga Rp 60 triliun," kata Jonan.

Meski demikian, Jonan menekankan mesti ada prioritas kebijakan yang dipilih, apakah anggaran untuk subsidi atau pembangunan.

"Itu mau untuk subsidi atau pembangunan. Pilihan setiap pemerintahan maunya bagaimana, apa mau bangun jalan lagi, bangun kelistrikan di desa desa atau bagaimana?" ujarnya

Jonan mengingatkan masih terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang belum terakses listrik. Jika ingin subsidi yang dinaikan, artinya listrik hanya bisa dinikmati oleh mereka yang sudah punya akses listrik saja seperti di kota-kota.

"Yang belum ada layanan kelistrikan malah tidak dapat subsidi sama sekali jika tarif diturunkan. Prinsip keadilan sosialnya ini bagaimana nantinya," kata Jonan.

Wacana penutunan tarif listrik ini tak lain dilontarkan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto. Dalam beberapa kesempatan, Prabowo berjanji akan menurunkan tarif 100 hari masa kerja jika terpilih.

Sasaran pertama penurunan tarif ini ialah golongan 450 dan 900 VA, di mana penurunannya sampai 20%.

Anggota tim ekonomi penelitian dan pengembangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Harryadin Mahardika, menjelaskan kunci untuk menurunkan tarif ini ialah penghematan dan pengaturan pada komponen bahan baku utamanya, yakni batu bara. Dengan demikian, dia bilang, penurunan tarif ini tidak memakai instrumen subsidi.

"Bukan (subsidi), tapi skema penghematan dan pengaturan komponen terbesarnya, batu bara," jelas Harryadin kepada detikFinance.

Dia menjelaskan, untuk menurunkan tarif listrik sebenarnya ada beberapa konsep. Tapi, yang saat ini didiskusikan oleh tim ialah mengatur tata niaga batu bara yang dijual untuk kebutuhan pembangkit listrik.

"Selama ini kan batu bara untuk pembangkit listrik ya, fluktuatif sekali, nggak bisa diprediksi kadang-kadang juga dapatnya mahal, karena komponen terbesar batu bara sehingga berimbas pada tarif listrik yang tinggi. Yang kita lakukan melakukan pengaturan khusus pembangkit listrik, semacam DMO untuk batu bara listrik," jelasnya.

Dia mengatakan, skema tersebut berbeda dengan domestic market obligation (DMO) saat ini. DMO sendiri merupakan kewajiban produsen batu bara domestik untuk memasok kebutuhan PT PLN (Persero).

Lanjut Harryadin, kebijakan yang bakal diterapkan nantinya lebih mengatur soal harga batu bara.

"Ini ada program spesifik khusus untuk batu bara yang dijual di pembangkit listrik yang menggunakan batu bara. Lebih diatur fluktuasi harganya. Dalam ilmu finance hedging dulu harganya, kontrak dulu perusahaan-perusahaan batu bara, kita kontrak dengan harga yang stabil dan diberikan batasan atasannya. Khusus yang kontrak dengan PLN," jelasnya.

Dia menuturkan, dengan harga batu bara yang stabil maka tarif listrik bisa dipangkas sampai 20%.

"Dengan itu kita memprediksi kalau kita bisa stabilkan dan level stabilitasnya 20% lebih rendah dari harga sekarang, maka harga tarif dasar listrik bisa kita turunkan 20% dari harga sekarang," tutupnya.


Hide Ads