-
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali bergemuruh. Setelah sebelumnya mereda, kedua negara itu kembali melontarkan ancaman.
Presiden AS Donald Trump kembali melancarkan serangan dengan mengenakan tarif bea masuk barang dari Cina sebanyak US$ 300 miliar.
China pun membalas dengan kenaikan tarif pada daftar revisi US$ 60 miliar barang AS. Meski berdampak terhadap ekonominya, pihak China menegaskan tidak takut dengan ancaman Trump.
berkesempatan untuk berbincang dengan Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian untuk membahas hal itu. Berikut rangkuman berita-beritanya di
Setelah sempat mereda, beberapa waktu lalu As dam China saling menebar ancaman. Kubu Donald Trump menuding pihak China memperkeruh perundingan yang berjalan.
AS melancarkan serangan dengan mengenakan tarif bea masuk barang dari Cina sebanyak US$ 300 miliar. China pun membalas dengan kenaikan tarif pada daftar revisi US$ 60 miliar barang AS.
Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian menegaskan bahwa apa yang dilakukan AS memicu gesekan dan merugikan kedua belah pihak. Dia juga menekankan bahwa AS yang memulai peperangan terlebih dahulu.
"Tindakan AS memicu gesekan perdagangan dengan Tiongkok merugikan kepentingan kedua negara sekaligus merugikan kepentingan seluruh dunia. Yang ingin saya tekankan di sini adalah, AS adalah pihak yang pertama-tama memicu konflik perdagangan ini, bukan Tiongkok," ujarnya.
Menurut Xiao AS yang menjadi pihak pertama melancarkan serangan dengan menaikkan tarif impor produk China, bukan Tiongkok. China dinilainya hanya membalas apa yang telah dilakukan AS.
"AS adalah pihak yang berulang kali bersiasat melancarkan tekanan ekstrem, bukan Tiongkok. AS adalah pihak yang terus maju-mundur dan tidak mengedepankan itikad baik dalam perundingan, bukan Tiongkok," tambahnya.
Bagi pihak China, pemerintah AS yang sepenuhnya bertanggung jawab untuk kemunduran besar dalam negosiasi dagang antara kedua negara. Sementara apa yang dilakukan pihak Tiongkok menurut Xiao adalah respon atas perlakuan AS dan sepenuhnya upaya membela diri.
"Sikap Tiongkok ini adalah demi melindungi kepentingan Tiongkok sendiri yang legal dan sah, sekaligus untuk melindungi paham multilateralisme dan sistem perdagangan bebas," kata Xiao.
Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian mengatakan, negaranya sejatinya tidak menginginkan kondisi tersebut terjadi. Perang dagang bukan hanya merugikan negara yang terlibat, tapi juga negara lainnya.
"Dalam perang dagang tidak ada pemenang. Perang dagang tidak sesuai dengan kepentingan Tiongkok, tidak sesuai dengan kepentingan AS, dan juga tidak sesuai dengan kepentingan seluruh dunia," ujarnya.
China, kata Xiao, tidak ingin perang dagang itu terjadi. Namun dia juga menegaskan bahwa negaranya tidak takut dan siap berperang jika terpaksa.
Menurutnya, pihak China sudah menyerukan kepada AS untuk memahami situasi yang sebenarnya. Mereka berharap hubungan dagang bisa kembali pada jalur yang benar.
"Untuk melangkah bersama Tiongkok demi mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan berdasarkan prinsip saling menghormati," tambahnya.
Dia juga berpandangan tindakan AS yang memicu gesekan perdagangan dengan Tiongkok merugikan kepentingan kedua negara sekaligus merugikan kepentingan seluruh dunia.
"Yang ingin saya tekankan di sini adalah, AS adalah pihak yang pertama-tama memicu konflik perdagangan ini, bukan Tiongkok," tutupnya.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menyerukan ancaman ke China. Dia mengancam akan kembali mengenakan tarif bea masuk barang dari Cina sebanyak US$ 300 miliar.
Lalu seberapa besar sebenarnya pasar AS bagi China?
Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian menilai pengaruh pasar AS bagi produk-produk China sebenarnya terbatas. Menurut data terbaru dari otoritas bea cukai Tiongkok, AS adalah mitra dagang terbesar ketiga bagi Tiongkok setelah Uni Eropa dan ASEAN.
"Volume perdagangan Tiongkok-AS dari Januari hingga Mei 2019 sebesar 1,42 triliun yuan, atau 11,7% dari total volume perdagangan internasional Tiongkok, turun 9,6%," ujarnya.
Xiao menambahkan, walaupun perdagangan dengan AS mengalami penurunan, pada periode yang sama volume perdagangan komoditas Tiongkok justru naik 4,1%. menurutnya hal itu membuktikan bahwa pasar AS tidaklah sepenting yang dibayangkan sebelumnya.
Tiongkok, kata dia memiliki 120 negara mitra dagang. Menurutnya masih banyak negara lain yang berharap memperkuat kerja sama ekonomi perdagangan dengan Tiongkok.
Menurut data terkini dari otoritas bea cukai Tiongkok, dalam lima bulan pertama tahun ini, ekspor Tiongkok ke Uni Eropa, ASEAN, dan Jepang masing-masing bertumbuh sebesar 11,7%, 9,4%, dan 0,9%.
"Ekspor Tiongkok ke negara-negara tergabung dalam Inisiatif B&R mengalami pertumbuhan sebesar 9 persen, yang lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan ekspor Tiongkok secara global. Namun di pihak lain, Tiongkok sendiri juga adalah sebuah pasar raksasa," tambahnya.
Menurutnya saat China membuka pasar di luar negeri, pada saat bersamaan juga mengembangkan potensi pasar di dalam negeri. "Langkah ini menciptakan interaksi yang semakin positif antara Tiongkok dengan dunia," tutupnya.
Pihak Tiongkok mengaku tak gentar dengan ancaman yang dilontarkan Trump. Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian menegaskan, negaranya siap meladeni jika Trump menginginkan perang dagang terus berlanjut.
"Jika mereka menginginkan perang dagang, maka Tiongkok akan terus berperang, bahkan sampai penghabisan," ujarnya.
Pernyataan itu bukan berarti perang dagang ini akan berlangsung terus hingga ada yang mengibarkan bendera putih. Pihak China mengaku akan membuka pintu jika AS ingin melakukan perundingan.
"Ke arah mana pun situasi ini akan berkembang, Tiongkok akan terus memperjuangkan yang terbaik bagi dirinya sendiri," tambahnya.
Untuk mengantisipasi dampak buruk dari kondisi ini, pihak China akan memperkuat diri dengan membuka kerjasama dengan dunia luar. Menurut Xiao hal itu merupakan jalan yang fundamental untuk menghadapi gesekan perdagangan.
Menurut data terbaru dari otoritas bea cukai Tiongkok, AS adalah mitra dagang terbesar ketiga bagi Tiongkok setelah Uni Eropa dan ASEAN.
Volume perdagangan Tiongkok-AS dari Januari hingga Mei 2019 sebesar 1,42 triliun yuan, atau 11,7% dari total volume perdagangan internasional Tiongkok, turun 9,6%.
Walaupun perdagangan dengan AS mengalami penurunan, pada periode yang sama volume perdagangan komoditas Tiongkok justru naik 4,1%. menurutnya hal itu membuktikan bahwa pasar AS tidaklah sepenting yang dibayangkan sebelumnya.
Tiongkok, kata dia memiliki 120 negara mitra dagang. Menurutnya masih banyak negara lain yang berharap memperkuat kerja sama ekonomi perdagangan dengan Tiongkok.
Menurut data terkini dari otoritas bea cukai Tiongkok, dalam lima bulan pertama tahun ini, ekspor Tiongkok ke Uni Eropa, ASEAN, dan Jepang masing-masing bertumbuh sebesar 11,7%, 9,4%, dan 0,9%.