Mimika -
Kegiatan operasional tambang terbuka (open pit) di Grasberg milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Papua disetop akhir 2019. Hal itu seiring dengan habisnya cadangan mineral di tambang terbuka.
Di saat yang sama, seluruh operasional akan dialihkan ke tambang bawah tanah (underground) pada akhir 2019. Kondisi ini akan mempengaruhi jumlah produksi mineral di sana.
Freeport pun sudah menyiapkan dana untuk pengembangan tambang bawah tanah, serta rehabilitasi tambang terbuka. Informasi selengkapnya
detikFinance rangkum pada berita berikut.
Produksi mineral di Tambang Grasberg, Papua yang dikelola PTFI turun sekitar 50%. Hal itu karena adanya transisi kegitan operasional tambang terbuka ke tambang bawah tanah pada akhir 2019.
"Produksinya 40-50% berkurangnya," kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas di Tambang Grasberg, Papua, Minggu (28/7/2019).
Dia menjelaskan, saat ini tambang bawah tanah memang belum bisa beroperasi secara penuh sebelum tambang terbuka setop operasi secara total.
"Jadi produksi kita kan memang turun signifikan karena open pit-nya harusnya selesai dulu baru undergorund-nya bisa fully develop, sehingga memang ada penurunan produksi," jelasnya.
Meskipun begitu, dia memastikan dari sisi keuangan, PTFI masih tetap mencatatkan profit atau keuntungan.
Di masa transisi ini, mayoritas hasil tambang berasal dari tambang bawah tanah. Sedangkan tambang terbuka hanya tinggal pengerukan sisa mineral yang ada.
PTFI menggelontorkan dana di atas Rp 1 miliar atau setara Rp 14 triliun (kurs Rp 14.000/US$) tahun ini. Dana tersebut untuk mengembangkan tambang bawah tanah di Grasberg, Papua.
"Jadi kita tahun ini investasi untuk tambang bawah tanah kira-kira lebih dari US$ 1 miliar, tahun ini saja," kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas di Tambang Grasberg, Papua, Minggu (28/7/2019).
Namun dia tak merinci dana tersebut untuk dialokasikan apa aja. Intinya adalah untuk mengembangkan tambang bawah tanah, yang nantinya akan mencapai panjang 1.000 kilo meter (km) hingga tahun 2041.
"Ini total panjang terowongan bawah tanah kami itu 700 km, kalau disambungkan, itu nantinya akan jadi 1.000 km. Itu pada saat maksimalnya akan jadi 1.000 km," jelasnya.
Dia mengatakan, untuk meningkatkan kapasitas tambang bawah tanah, seiring berakhirnya operasi di tambang terbuka (open pit) akhir 2019, akan diinvestasikan dana hingga US$ 15 miliar.
"Untuk development tambang bawah tanah, karena perlu di-develop terus sampai full capacity, dan tahun-tahun ke depan juga dalam 22-23 tahun ke depan akan investasi lagi sekitar US$ 15 miliar," tambahnya.
Operasi tambang terbuka Grasberg, Papua akan disetop akhir 2019. Itu seiring habisnya cadangan mineral di sana. Nantinya tambang terbuka akan direhabilitasi. Total biaya yang dibutuhkan US$ 350 juta atau setara Rp 4,9 miliar (kurs Rp 14.000/US$).
"Biayanya sekitar US$ 350 juta," kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas di Tambang Grasberg, Papua, Minggu (28/7/2019).
Biaya tersebut salah satunya digunakan untuk menanam kembali area tambang terbuka yang akan berhenti beroperasi.
"Jadi itu akan ditanami tanaman kembali, tanaman-tanaman setempat," jelasnya.
Namun implementasinya akan dilaksanakan pada 2041, di mana kontrak PTFI habis di tahun tersebut.
"Ini tentunya merupakan bagian dari rencana penutupan tambang pada 2041. Itu ada dokumen rencana penutupan tambang yang sudah kita susun, sudah disetujui oleh Kementerian ESDM dan itu akan kita ikuti dokumen tersebut untuk penutupan tambang 2041," jelasnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman