Jakarta -
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan rasanya bekerja dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Komisaris Utama (Komut) di perusahaan minyak dan gas milik negara itu.
Dia mengatakan suka bercanda dengan Ahok. Misalnya saja ketika Pertamina masuk ke jajaran perusahaan terbesar di dunia berdasarkan Fortune 500.
"Contoh seperti Pertamina masuk ke Fortune 500, itu kan 2018 (sebelum Ahok menjadi komut). Tapi ketika kemudian yang disandingkannya adalah Pak Ahok jadi lebih, ya nggak apa-apa kan bagus kan," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Ahok yang ikut disandingkan atas prestasi tersebut, membuat publik mengetahui kabar baik itu. Nicke pun berkelakar kepada Ahok kalau Pertamina tidak butuh yang namanya endorser (ikon) untuk mempromosikan capaian tersebut.
"Jadi saya suka bercanda sama beliau. Jadinya kita tidak perlu endorser bayarnya mahal-mahal nih, gitu. Dengan adanya beliau kan jadi langsung, followers-nya kan banyak gitu, dan beliau juga 'ya sudah nggak apa-apa sekalian saya endorse ya' ya sudah makasih Pak. Ya senang-senang saja," ujarnya.
Dia pun mengaku senang saja bekerja dengan Ahok terlepas dari anggapan negatif terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"Mengenai Pak Komut ini ya, kalau saya cenderung selalu melihat dari sisi positif ya, karena setiap orang pasti seperti mata uang ya. Jadi ada sisi positif, sisi negatif, ada kiri dan kanan gitu. Jadi ya kita sebagai manusia pasti punya dua sisi itu. Jadi saya selalu melihat dari sisi positif," tambahnya.
Dia juga buka-bukaan mengenai pemangkasan jumlah direksi. Penjelasannya di halaman selanjutnya.
Nicke menjelaskan bahwa kebijakan tersebut bukanlah rencana yang tiba-tiba. Dia menjelaskan ada proses panjang yang sudah disiapkan sejak beberapa tahun lalu.
"Jadi sebetulnya ini bukan rencana yang tiba-tiba ya. Jadi kalau masih ingat di akhir tahun 2016, Kementerian BUMN sudah selesai menyusun yang namanya program restrukturisasi BUMN atau holdingisasi yang waktu itu disampaikan ke Komisi VI DPR ya," kata dia.
Kemudian, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan menindaklanjutinya dengan menyusun buku putih.
"Buku putih untuk holding migas itu di 2018 keluar, dan di akhir 2018 subholding pertama dari holding migas itu lahir, yaitu subholding gas, PGN ya, kemudian dimasukkan ke dalam Pertamina group, dan Pertagas masuk di subholding gas. Jadi lahirlah subholding yang pertama," jelasnya.
Lalu pada pekan lalu merupakan lanjutan dari rencana yang sudah disiapkan lama, yaitu melahirkan 5 subholding lainnya sejalan dengan pemangkasan jumlah direksi di Pertamina.
Pada era saat ini dia menjelaskan energi fosil (fossil fuel) akan berubah ke energi baru terbarukan. Hal itu, kata dia sudah diprediksi.
Lalu kebijakan yang direalisasikan pada pekan kemarin merupakan percepatan dari rencana sebelumnya. Hal itu dilakukan karena menyesuaikan kondisi pandemi COVID-19.
"Dengan terjadinya COVID ini ternyata datangnya lebih cepat dari yang diperkirakan. Oleh karena itu kita pun harus berubah lebih cepat. Kalau kita kemudian menghadapi suatu perubahan, melakukan suatu perubahan dalam suatu badan yang besar maka bergerak saja ini sudah sulit. Apalagi melakukan perubahan gitu," tambahnya.
Lalu apa tujuannya? Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Dia menjelaskan tujuan dibalik pemangkasan jumlah direksi. Pemangkasan direksi Pertamina dari 11 menyisakan 6 melahirkan subholding yang merupakan bagian dari holding migas.
"Bahwa lini-lini bisnis Pertamina ini yang sangat luas ini dari mulai hulu ke hilir, kita melihat semuanya ini sudah profitable, sudah dewasa. Nah sudah saatnya ini di spin-off, diperkuat, diberikan keleluasaan, flexibility, kemandirian untuk berkembang. Dibentuklah subholding," katanya.
Ibarat seorang anak yang sudah dewasa, lini-lini bisnis di Pertamina tersebut diberikan rumah sendiri untuk berkembang.
"Nah kita sekarang belikanlah rumah-rumah baru yang lebih besar buat anak-anaknya, kemudian bisa mengembangkan diri lebih baik lagi, kita berikan itu aset-asetnya, kita buatkan subholding-subholding. Jadi itu sebetulnya maknanya, sehingga semua operasional itu dijalankan oleh (subholding), sekarang jadinya ada 6 kan subholdingnya termasuk yang gas," jelasnya.
Sedangkan Pertamina selaku holdingnya lebih fokus kepada hal-hal yang bersifat strategis ke depannya.
"Karena kalau kita lihat target Pertamina ini kan kita sekarang Alhamdulillah 2018 kita sudah di peringkat 175 di Fortune 500. Tentu kita targetnya ingin sampai ke ranking 100 ya, dengan ada juga aspirasi dari Menteri BUMN itu ingin ke market cap-nya (kapitalisasi pasar) US$ 100 billion. Artinya apa? kalau kita ingin kemudian masuk ke jajaran itu maka kita pun harus melakukan cara-cara yang dilakukan oleh global company lainnya," jelasnya.
Menurutnya untuk mencapai hal tersebut, Pertamina tidak bisa hanya mengandalkan cara-cara konvensional. Sebab jika hanya berpangku pada energi konvensional, itu trennya akan menurun pada 2030. Artinya Indonesia hanya punya waktu 10 tahun untuk melakukan perubahan sebelum 2030.
"10 tahun itu sebentar sekali. Kalau kita tidak melakukannya mulai hari ini maka kita akan terlambat. Ketika semuanya sudah berubah, kita nya belum bergerak. Apalagi dengan badan yang besar. Nah jadi itu sebetulnya reason-nya (alasannya). Dan kita melihat memang sudah seharusnya kita, saatnya kita berubah seperti itu," tambahnya.