Pemerintah berencana mengatur tarif listrik dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Tarif EBT ini akan diatur dalam Peraturan Presiden (Presiden).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, dalam rancangan Perpres yang disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), tarif untuk EBT dibagi tiga kelompok.
Kelompok pertama, ialah tarif yang ditetapkan. Tarif ini diperuntukkan untuk pembangkit yang kapasitasnya relatif kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi harganya stay di situ sampai 5 MW harganya ditetapkan langsung, tidak ada business to business, negosiasi atau segala macam," katanya dalam rapat Komisi VII, Senin (16/11/2020).
Kedua, opsi patokan harga tertinggi. Kelompok tarif ini untuk pembangkit yang kapasitasnya agak besar atau di atas 5 MW.
Ketiga ialah harga berdasarkan kesepakatan. Kelompok yang masuk dalam golongan tarif ini ialah pembangkit listrik peaker hingga pembangkit yang belum bisa didefinisikan.
"Yang terakhir adalah harga kesepakatan misalkan dipakai untuk PLTA yang peaker, kemudian pembangkit lisitrik BBN atau pembangkit listrik yang sekarang belum kita definisikan misalnya energi laut. Kan belum tahu harganya berapa, itu business to business aja dengan offtaker, dengan PLN," paparnya.