Menyoal Isu Liar Kedubes Jerman Sambangi FPI Bahas Ekspor Nikel

Menyoal Isu Liar Kedubes Jerman Sambangi FPI Bahas Ekspor Nikel

Tim detikcom - detikFinance
Jumat, 25 Des 2020 06:50 WIB
Tambang nikel PT Vale di Soroako, Sulawesi Selatan
Ilustrasi/Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta -

Kedatangan staf Kedubes Jerman ke Markas FPI beberapa waktu lalu masih menimbulkan polemik. Ada netizen di media sosial yang mengungkapkan analisanya bahwa kunjungan itu terkait larangan ekspor nikel Indonesia.

Pengamat Energi yang juga merupakan Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai analisa yang dijabarkan netizen tersebut terlalu jauh. Menurutnya, kunjungan Kedubes Jerman ke FPI tak ada hubungannya dengan larangan ekspor nikel Indonesia.

"Saya kira itu kan sudah diklarifikasi juga, itu cuma keinginan pribadi dia saja. Kalau bicara masalah nikel memang ada perdebatan, cuma kalau larinya ke sana memang nggak ketemu. Ini jelas masalah politik lah terlalu jauh, yang datang ke sana juga cuma staf biasa," ujar Mamit, Kamis (24/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal yang sama juga dikatakan oleh Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. Dia tidak melihat adanya kaitan terkait kedatangan Kedubes Jerman ke FPI dengan larangan ekspor nikel Indonesia.

"Tidak ada kaitan sama sekali. Barangkali kunjungan itu lebih pada concern Jerman terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), bukan karena larangan ekspor nikel Indonesia.

ADVERTISEMENT

Seberapa butuh Jerman terhadap nikel Indonesia? Klik halaman selanjutnya.

Mamit mengatakan Jerman dan Indonesia memang sangat tegang soal urusan nikel. Pasalnya, Jerman sangat membutuhkan pasokan nikel dari Indonesia untuk industri baterai listrik, sementara sumber dayanya tidak ada di negara tersebut.

"Kalau kita melihat bahwa nikel bahan baku utama pembuatan manufaktur di sana apalagi soal baterai di mana tren di sana berjalan di Eropa ke depan kebutuhan nikel akan sangat besar," ujar Mamit.

Di sisi lain, Indonesia sebagai negara yang kaya nikel justru memilih melarang ekspor nikel dan melakukan hilirisasi. Hal ini lah yang membuat Jerman bersitegang dengan Indonesia.

"Ini lah jadi polemik dengan Jerman kan pemerintah maunya hilirisasi, memang tren ke depan nikel ini mineral utama," ujar Mamit.

Sebelumnya, akun Twitter @Sam**Soh menjabarkan analisanya soal keterkaitan kedatangan Kedubes Jerman ke FPI dengan larangan ekspor nikel yang sudah diberlakukan sejak awal tahun ini.

Menurutnya, Jerman datang untuk mendapatkan keterangan soal pelanggaran HAM yang terjadi dalam kasus penembakan FPI dan Kepolisian.

Hal itu dilakukan perwakilan Jerman untuk membuat nama Indonesia makin buruk di kancah Internasional, utamanya di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Jerman memang disebut sedang menyerang Indonesia lewat WTO soal larangan ekspor nikel.

Disebutkan juga bahwa Jerman merupakan negara paling besar yang menggunakan nikel di Eropa. Total kebutuhannya disebut mencapai 42% dari pasar di Eropa.

"Runtutan larangan ekspor nikel hingga simpati Jerman pada FPI bs ditarik benang merahnya. Mrk ternyata masih sakit hati pasca pemerintah kita yg stop ekspor nikel mentah sbg bahan baku pembuatan baja. Jerman sbg produsen utama baja di EU yg kuasai 42% pasar paling terimbas," cuitnya saat menjelaskan pandangannya tentang alasan Kedubes Jerman ke Markas FPI.


Hide Ads