SKK Migas tengah berupaya mengejar produksi minyak 1 juta barel per hari (bopd) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd) atau 3,2 juta barel setara minyak per hari (boepd) pada tahun 2030. Sejumlah upaya akan ditempuh untuk mengejar target tersebut.
"Jika target 2030 tercapai, maka sektor hulu migas akan mencatat rekor produksi migas terbesar sepanjang sejarah Indonesia," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, Selasa (12/1/2020).
Dwi mengatakan, tahun 2020 merupakan tahun yang sulit bagi seluruh pelaku usaha, khususnya di hulu migas karena terdampak pandemi COVID-19 dan dibayangi rendahnya harga minyak dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Capaian Produksi Migas RI di Tengah Pandemi |
Pada tahun 2021, SKK Migas bersama seluruh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang didukung kementerian dan lembaga pemerintah lainnya mulai mengejar target itu dengan melakukan pengeboran agresif.
Deputi Perencanaan SKK Migas Jaffee Suardin mengatakan pengeboran menjadi kunci penambahan produksi dan cadangan migas di Indonesia. Ke depan, jumlah sumur yang dibor akan didorong untuk terus ditingkatkan sebesar 20-30% per tahun. Harapannya, pada tahun 2025 sampai 2030 jumlah sumur yang dibor sekitar 1.000-1.100 sumur per tahun.
Jaffee optimistis karena potensi peningkatan produksi masih banyak. Dari 128 cekungan, baru 20 cekungan yang diproduksi dan 68 cekungan yang belum dieksplorasi. Para investor juga sudah menyatakan minatnya untuk meningkatkan investasi di Indonesia jika mendapatkan insentif dan stimulus yang tepat.
Ia mengatakan realisasi pengeboran sumur pengembangan tahun 2020 sebanyak 268 sumur. Tahun 2021 ini, SKK Migas mendorong agar pengeboran meningkat lebih dari dua kali lipat dari pengeboran tahun 2020 dengan menargetkan kegiatan pengeboran sebanyak 616 sumur pengembangan.
"Untuk kegiatan workover ditargetkan sebanyak 615 sumur dan well service juga meningkat menjadi 26.431 sumur," kata Jaffee.
Lifting minyak tahun 2021 ditargetkan sebesar 705.000 bopd dan gas sebesar 5,6 bscfd. Untuk mencapai target produksi tersebut, Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$ 250 miliar (Rp 3.528 triliun) atau sekitar US$ 25 miliar (Rp 352 triliun) setiap tahun.
"Investasi ini mutlak dibutuhkan industri hulu migas, untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan maupun produksi. Oleh karena itu pada saat yang sama kami juga membutuhkan kepastian berusaha bagi investor," katanya.
(acd/ara)