Duh! Suplai Gas Murah ke Industri Macet

Duh! Suplai Gas Murah ke Industri Macet

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 09 Apr 2021 14:28 WIB
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita membuka pameran IIMS Motobike Expo 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita/Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menerima laporan PT Perusahaan Gas Negara Tbk kesulitan mendapatkan suplai gas untuk disalurkan ke industri. Kondisi tersebut membuat program harga gas murah untuk industri mandek di wilayah tertentu.

Program harga gas US$ 6 per MMBTU ini diimplementasikan sejak April 2020. Penurunan harga gas industri diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

"Saya mendapatkan surat dari PGN yang menjelaskan kepada saya, bahwa PGN mengalami kesulitan untuk mendapatkan suplai gas karena terhambatnya suplai gas dari supplier-supplier-nya mereka khususnya di Jawa Timur," kata dia dalam konferensi pers virtual, Jumat (9/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara untuk daerah lain, secara umum program harga gas murah untuk industri sudah berjalan dengan baik. Pernyataan Agus sekaligus menepis jika ada yang menyatakan industri tak memanfaatkan fasilitas tersebut secara optimal.

"Nah Jawa Timur ada yang mengatakan karena industrinya tidak bisa menyerap, tapi faktanya saya mendapat surat dari PGN yang menyatakan bahwa mereka kesulitan mensuplai karena mereka sendiri kesulitan mendapat suplai dari supplier-supplier-nya mereka," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Tapi, jika terbukti ada perusahaan yang tidak optimal memanfaatkan harga gas US$ 6 per MMBTU maka pihaknya akan melakukan evaluasi. Hal itu sebagaimana klausul yang sudah diatur oleh pemerintah.

"Ini salah satu bagian dari evaluasi kita dari produk kita, sudah dibantu harga gas US$ 6 tapi kok kinerjanya tidak naik," ujar Agus.

Pihaknya akan mempelajari penyebab jika ada perusahaan yang kurang mengoptimalkan gas murah untuk industri. Menurut Agus, bisa saja hal itu disebabkan oleh pandemi virus Corona (COVID-19), kondisi pasar dan lain sebagainya.

"Karena pada dasarnya tidak mungkin ada seseorang yang setelah melakukan investasi baik PMDN (penanaman modal dalam negeri) maupun PMA (penanaman modal asing) yang tidak mau menunjukkan kinerja tinggi," tambahnya.

(toy/ara)

Hide Ads