PT Rekayasa Industri (PT Rekin) ditetapkan sebagai Pemenang Lelang Hak Khusus Ruas Transmisi Pipa Gas Bumi Cirebon-Semarang (Cisem) pada 2006 silam. Namun, hingga saat ini atau setelah 15 tahun berlalu, pembangunannya tidak pernah terwujud.
Kemudian, pada 2 Oktober 2020, PT Rekin menyerahkan kembali penetapan sebagai pemenang Hak Khusus kepada BPH Migas dengan alasan tidak memenuhi nilai keekonomian dan kepastian volume gas bumi. Selanjutnya, pada 15 Maret 2021, PT Bakrie & Brothers TBk (BNBR) yang saat lelang 2006 merupakan urutan kedua, ditetapkan sebagai pemenang lelang ruas transmisi gas bumi Cirebon Semarang oleh BPH Migas.
Namun menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), penetapan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan. Berikut fakta hukumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, penetapan BNBR tersebut mengacu pada Peraturan BPH Migas Nomor 20 tahun 2019. Hal tersebut tidak tepat karena lelang yang telah dilakukan 2006 semestinya mengacu pada Peraturan BPH Migas Nomor 5 tahun 2005, dan tidak mengatur mengenai penetapan peringkat II sebagai pemenang lelang apabila pemenang lelang peringkat I mengundurkan diri. Pelaksanaan lelang sudah selesai, saat dilakukan penunjukan PT Rekin sebagai pemenang lelang.
"Sehingga acuan dalam penetapan BNBR sebagai pemenang urutan kedua menggantikan PT Rekin sebagai pemenang pertama yang mengacu pada Peraturan BPH Migas Nomor 20 tahun 2019 tidak tepat, karena peraturan tersebut berlaku saat diundangkan dan tidak berlaku untuk pelaksanaan lelang tahun-tahun sebelumnya atau retroaktif," ujar Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) M. Idris F. Sihite dalam keterangan tertulis, Minggu (25/4/2021).
Kedua, setelah PT Rekin mengundurkan diri sebagai pemenang lelang pipa gas Cisem, telah dilakukan berbagai rapat pembahasan pada Januari 2021 yang melibatkan Kementerian Hukum dan HAM dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Dalam rapat tersebut disimpulkan dengan berbagai pertimbangan dan dasar hukum serta berdasarkan azas keadilan, ketidakberpihakan, keterbukaan, efisien dan efektif, penetapan pemenang lelang pipa Cisem tidak dimungkinkan untuk langsung diberikan kepada pemenang kedua hasil lelang 2006. Seharusnya dilaksanakan melalui lelang ulang, atau dapat melalui penugasan kepada BUMN atau melalui APBN.
"Ketiga, apabila kita berasumsi bahwa penetapan BNBR 'dibenarkan' mengacu pada Peraturan BPH Migas Nomor 20 tahun 2019 di mana diatur bahwa pemenang lelang urutan berikutnya dapat ditetapkan sebagai pemenang, namun penetapan BNBR tersebut juga tak sesuai, karena banyak persyaratan pada Peraturan BPH Migas Nomor 20 tahun 2019 tersebut yang tidak dipenuhi bahkan bertentangan," tambah Idris.
Di antaranya kewajiban jaminan pelaksanaan dalam penetapan BNBR sebagai pemenang hanya sebesar 1% dari nilai investasi. Padahal jika mengacu pada Peraturan BPH Migas 2019 tersebut, jaminan pelaksanaan seharusnya 5%. BNBR hanya menyampaikan referensi Bank, bukan Bank Garansi.
Ia menambahkan BNBR juga belum menyerahkan Feasibilty Study (FS) dan Front End Engineering Design (FEED) yang berdasarkan Peraturan BPH Nomor 20 tahun 2019 tersebut semestinya disampaikan saat penetapan. BNBR juga belum menyampaikan Gas Transportation Agreement (GTA) dengan calon shipper.
Sebagaimana diketahui, imbuhnya, salah satu alasan setelah 15 tahun pipa Cisem tidak terbangun karena tidak memenuhi skala keekonomian. Menurut Idris, parameter keekonomian pada 2006 sudah tidak lagi valid diterapkan pada saat ini.
Misalnya, ukuran pipa yang didesain untuk mengalirkan gas sebesar 350 mmscfd sudah tidak relevan, mengingat dari sisi suplai tidak ada yang dapat menjamin pasokan gas sebesar itu. Idealnya, spesifikasi pipa juga disesuaikan dengan pasokan dan kebutuhan gas saat ini sehingga tidak menjadi beban tingginya harga gas bagi konsumen.
Namun, tambah dia, merubah spesifikasi pipa merupakan perbuatan post bidding, dan lelang semestinya sudah selesai di 2006 lalu. Untuk mengatasi isu keekonomian dan agar pembangunan pipa gas Cisem bisa segera terwujud, Kementerian ESDM meminta agar pembangunan pipa Cisem dapat dilakukan melalui skema APBN.
"Kementerian ESDM berharap proyek pipa Cisem ini dapat segera berjalan dengan baik, tidak terlunta-lunta berkepanjangan serta tidak berpotensi menimbulkan permasalahan hukum. Tujuan dibangunnya ruas transmisi pipa Cisem ini adalah untuk memastikan agar industri berkembang dengan baik dengan adanya jaminan pasokan dan harga yang kompetitif," pungkas Idris.
(fhs/zul)