PT PLN (Persero) membutuhkan investasi sampai Rp 9.000 triliun hingga tahun 2060. Investasi itu untuk menutup selisih kebutuhan energi sebesar 1.380 tera watt jam (TWh) atau kapasitas daya sekitar 230 giga watt (GW).
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, produksi energi nasional saat ini sekitar 300 TWh. Pasokan itu akan mendapat tambahan dari program 35 GW, di mana tambahan kapasitas itu sebanyak 21 GW (120 TWh).
"Dan itu berasal dari bahan bakar fosil. Ya, kita mengakui itu," katanya dalam acara Indonesia Pathway to Net Zero Emission, Kamis (21/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam bahan paparannya, proyek-proyek tersebut dirancang pada tahun 2015 dan akan beroperasi sampai dengan power purchase agreement (PPA) berakhir.
Lanjutnya, pertumbuhan permintaan listrik diperkirakan 4,0% per tahun. Mengacu pertumbuhan tersebut, kebutuhan produksi listrik nasional diperkirakan sampai 1.800 TWh di tahun 2060.
Lalu, dengan produksi saat ini sekitar 300 TWh dan tambahan 120 TWh, maka ada kekurangan sebesar 1.380 TWh untuk memenuhi kebutuhan 1.800 TWh.
Selisih 1.380 TWh (kapasitas daya 230 GW) ini akan diisi dengan pembangkit energi baru terbarukan. Jika setiap 1 GW membutuhkan investasi US$ 2 miliar, maka PLN membutuhkan investasi sekitar US$ 600 miliar atau sekitar Rp 9.000 triliun.
PLN tidak bisa memenuhi itu sendiri. Dia mengatakan, perlu kolaborasi.
"Dan satu-satunya jalan untuk itu adalah PLN tidak bisa melakukan itu sendirian," katanya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, mulai tahun 2030 penambahan pembangkit baru berasal dari energi baru terbarukan. Lalu, dia bilang, pada tahun 2060 seluruh pembangkit akan berasal dari energi baru terbarukan.
"Adapun dalam rangka substitusi retirement pembangkit fosil serta peningkatan kebutuhan listrik maka penambahan pembangkit listrik mulai tahun 2030 seluruhnya berasal dari pembangkit energi baru terbarukan terutamanya PLTS," katanya.
Simak juga video 'Jokowi Sindir Birokrasi BUMN Ruwet: Pembangkit Listrik Butuh 259 Izin':