China sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia semakin nyata menghadapi inflasi. Harga solar di China melonjak tajam saat menjelang hari puncak pengiriman barang belanjaan ke berbagai daerah.
Mengutip dari South China Morning Post, Kamis (11/11/2021) harga solar di China telah mencapai 8.023,3 yuan (US$ 1.254) atau sekitar Rp 17 juta per ton (asumsi kurs dolar Rp 14.200) pada semester kedua tahun ini. Sayangnya, kenaikan harga solar terjadi di masa kritis bagi industri logistik menjelang puncak musim belanja dan pengiriman.
Seorang pengemudi truk, Wang Ping mengaku dalam beberapa minggu terakhir ini ia mengubah rute perjalanan pulang pergi 5.000 km (3.100 mil) regulernya dari provinsi Hubei di China tengah ke Delta Sungai Mutiara di selatan.
Dengan harga solar saat ini di atas 7,2 yuan (US$1,125) atau sekitar Rp 16 ribu per liter dari yang asalnya 5 yuan atau sekitar Rp 11.150 awal tahun ini. Akhirnya Wang terpaksa membuat keputusan berat untuk membeli solar dari penjual gelap karena tak mampu lagi mengisi truk 49 ton dengan bensin biasa.
Menurut Biro Statistik Nasional, kenaikan drastis solar itu terjadi sebesar 64,4% dibanding tahun sebelumnya. Ini adalah situasi yang berat bagi industri logistik.
Hari Lajang China, yang merupakan festival belanja online terbesar di dunia telah dimulai dan para pengemudi menghadapi tekanan pendapatan ketika pengeluaran mereka meningkat untuk membayar tol dan solar.
Bagai jatuh tertimpa tangga, Wang yang memiliki upah rendah juga harus rela gajinya dipotong untuk kenaikan biaya tol tahun ini. "Itu berarti saya akan kehilangan 1.000 yuan (atau sekitar Rp 2,2 juta) dalam satu perjalanan daripada menghasilkan uang," kata Wang.
"Kami juga menghindari jalan raya untuk menghemat uang untuk bahan bakar dan biaya tol, tetapi itu berarti kami berkendara (di jalan yang lebih kecil) menyebabkan lebih banyak risiko kelelahan dan keselamatan di jalan," sambungnya.
Lihat juga Video: Lonjakan Kasus Covid-19 di China
(fdl/fdl)